Hal itu, menyusul diberhentikannya 51 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“ICW beranggapan Pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri merupakan yang terburuk sepanjang sejarah lembaga antirasuah,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com, Kamis (27/5/2021).
“Betapa tidak, pimpinan yang seharusnya menjadi pelindung pegawai malah justru menjadi sutradara di balik pemberhentian paksa 51 pegawai KPK,” ucap dia.
Pernyataan pimpinan KPK yang menyebutkan bahwa 51 pegawai tidak bisa dibina dan diberi tanda merah menurut Kurnia adalah sebuah penghinaan.
Menurut dia, pernyataan tersebut seolah-olah menempatkan pegawai KPK lebih berbahaya dibandingkan seorang teroris.
Padahal, jika dicermati lebih lanjut, seseorang terdeteksi sebagai teroris, masih memiliki kesempatan pembinaan melalui program deradikalisasi.
Selain itu, untuk pengguna narkoba masih ada pula program rehabilitasi.
“Sehingga menjadi tidak masuk akal jika kumpulan pegawai berintegritas yang mengabdikan diri pada pemberantasan korupsi malah dicap seperti itu,” ucap Kurnia.
Apalagi, lanjut Kurnia, sebagian besar yang diberhentikan paksa adalah Penyelidik dan Penyidik perkara besar.
Oleh sebab itu, kata dia, muncul pertanyaan di tengah publik apa sebenarnya kepentingan di balik pemberhentian tersebut. Pertanyaan lainnya, apakah pimpinan KPK tidak senang jika lembaga antirasuah itu mengusut perkara besar.
“Bagi ICW yang tidak memiliki wawasan kebangsaan adalah seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua kali pelanggaran etik dan menjalin komunikasi dengan tersangka, bukan justru 51 pegawai KPK,” ucap Kurnia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut penilaian asesor terhadap 51 pegawai yang diberhentikan berwarna merah dan tidak mungkin dibina.
“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (25/5/2021).
Kendati demikian, Alexander tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek terkait penilaian asesmen TWK.
Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).
"Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut," ucap Bima.
Bima menjelaskan, ketiga aspek tersebut memiliki 22 indikator yang harus dipenuhi pegawai KPK.
Aspek pribadi memiliki enam indikator, aspek pengaruh tujuh indikator dan aspek PUNP sembilan indikator.
Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek.
Sementara, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, namun memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.
“Jadi dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang menyangkut aspek PUNP, bukan hanya itu, yang 51 ini tiga-tiganya negatif,” kata Bima.
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/27/18140341/icw-nilai-kepemimpinan-firli-bahuri-terburuk-sepanjang-kpk-berdiri