Salin Artikel

Pemberhentian 51 Pegawai KPK dan Pembangkangan terhadap Presiden

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal diberhentikan karena tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

Sementara 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan masih ada potensi diberhentikan apabila tidak lolos.

Hal ini diputuskan dalam rapat koordinasi tindak lanjut terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK. Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hadir dalam rapat tersebut.

"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Alexander, saat memberikan keterangan pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (25/5/2021).

Menurut Alexander, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.

“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK.

Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).

“Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut,” kata Bima.

Bima menjelaskan, ketiga aspek tersebut memiliki 22 indikator yang harus dipenuhi pegawai KPK. Aspek pribadi memiliki enam indikator, aspek pengaruh tujuh indikator dan aspek PUNP sembilan indikator.

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek. Sementara, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, namun memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.

“Jadi dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang menyangkut aspek PUNP. Bukan hanya itu, yang 51 ini tiga-tiganya negatif,” kata Bima.

Setelah keputusan ini, 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK masih dapat bekerja hingga 1 November 2021.

Bima berpandangan, kebijakan tersebut telah sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) agar proses alih status tidak merugikan pegawai.

Selain itu, tindak lanjut terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK juga didasarkan pada dua undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

“Ini juga sudah mengikuti arahan Pak Presiden ini tidak merugikan ASN dalam putusan MK, itu sesuai perundang-undangan yang berlaku. Karena yang digunakan tidak hanya UU KPK saja,” ucap dia.

Pembangkangan terhadap Presiden

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai keputusan enam lembaga itu insubordinasi atau tidak patuh terhadap perintah Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK. Ia meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

"Keputusan itu semacam insubordinasi karena tidak mengikuti arahan Presiden Jokowi bahwa pengalihan status kepegawaian KPK menjadi ASN harus tidak merugikan mereka," ujar Azra kepada Kompas.com, Selasa.

Azra menilai pemberhentian pada 51 pegawai KPK itu telah mengecewakan publik. Selain itu, tidak ada tolok ukur yang jelas hingga pegawai tersebut diberhentikan.

"Keputusan KPK yang disampaikan Komisioner KPK Alexander Marwata itu mengecewakan publik karena tidak jelas atau tidak ada transparansi kenapa 24 pegawai masih bisa dibina atau lulus TWK," kata dia.

"Apa alasan atau ukurannya? Di lain pihak kenapa 51 pegawai disebut merah atau tidak lagi bisa dibina atau diberhentikan," sambung Azra.

Azra mengatakan, penilaian terhadap pegawai didasarkan pada tiga aspek yakni kepribadian, pengaruh dan PUNP. Namun, belum jelas parameter apa yang dijadikan penilaian pada ketiga aspek.

Oleh karena itu ia menduga keputusan tersebut hanya digunakan untuk kepentingan para pimpinan KPK.

"Saya kira keputusan itu sangat subyektif dari penguasa KPK untuk kepentingan mereka sendiri," tutur dia.

Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman.

Zaenur menilai keputusan itu merupakan wujud pembangkangan enam lembaga terhadap instruksi Jokowi.

"Ini adalah tindakan membangkang terhadap kepala negara secara frontal. Nah tindakan pembangkangan memang karena upaya menyingkirkan 75 pegawai KPK ini sejak awal sudah bulat," tuturnya.

Tindakan pembangkangan itu juga makin tampak karena nasib 24 pegawai yang dinyatakan masih dapat dibina dalam pendidikan wawasan kebangsaan belum tentu bisa diangkat jadi ASN.

"Masih ada kemungkinan tidak lolos setelah selesai pendidikan, artinya secara total pidato Presiden dibangkang sendiri oleh pembantunya dan pemangku kepentingan lainnya, dalam hal ini KPK," tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/26/06530791/pemberhentian-51-pegawai-kpk-dan-pembangkangan-terhadap-presiden

Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke