Salin Artikel

Komnas HAM Bentuk Tim, Selidiki Pelaksanaan TWK terhadap Pegawai KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM akan membentuk tim untuk menyelidiki pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pembentukan tim tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan dari perwakilan Wadah Pegawai (WP) KPK, antara lain Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap dan penyidik senior KPK Novel Baswedan.

"Kami membentuk sebuah tim di bawah pemantauan dan penyelidikan tidak untuk tujuan yang lain, semata-mata untuk bagaimana negara kita bebas dari korupsi," kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, saat memberikan keterangan pers, Senin (24/5/2021).

Anam mengatakan, WP KPK bersama kuasa hukumnya memberikan sejumlah informasi kepada Komnas HAM.

Laporan itu terkait dengan 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan setelah tidak lolos TWK. Tes ini merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Kami sudah mendapatkan berbagai informasi sangat penting dan terus terang saja informasi jauh lebih komprehensif yang kami terima dari pada kami sekadar membaca berita," ucap Anam.

Anam mengatakan, Komnas HAM juga telah menerima informasi terkait proses TWK hingga substansi materi tes.

Ia menyebut Komnas HAM diberikan sejumlah dokumen berisi catatan dan fakta mengenai pelaksanaan tes.

"Kami juga diberikan segepok dokumen yang menurut kami itu lumayan banyak informasinya catatan atas fakta-faktanya dan beberapa instrumen hukum yang melandasinya," ucap Anam.

Anam berharap berharap Wadah Pegawai, pimpinan KPK, serta pihak-pihak terkait dalam peristiwa tersebut untuk bisa kooperatif.

"Kami memandangnya apa pun yang terjadi di KPK adalah kerugian besar kalau kita enggak tangani dengan baik, bahwa musuh kita bersama adalah koruptor dan mungkin tidak hanya musuh kita saat ini, tapi juga anak dan cucu kita," ujar Anam.

"Sekali lagi, dedikasi untuk membentuk tim ini untuk gerakan antikorupsi se-Indonesia dan untuk memastikan penyelenggaraan negara kita oleh siapa pun bersih dari korupsi," tutur dia.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut TWK berpotensi melanggar hak asasi manusia. Potensi itu muncul jika TWK dilaksanakan menyaring pegawai berdasarkan pandangan agama dan politik individu.

Menurut Usman hal itu termasuk tindakan diskriminasi pekerja, karena semestinya sebuah tes yang dijalani pegawai KPK itu fokus untuk melihat kompetensi dan kinerja.

"Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama, atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," kata Usman, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

"Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang," kata dia.

Adapun Presiden Joko Widodo telah menyatakan, hasil TWK tidak serta merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai KPK yang tak lolos.

Ia meminta pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai yang tak lolos tes.

Namun, hingga kini belum ada sikap dan keputusan yang diambil oleh penyelenggara TWK. Sementara SK pimpinan KPK yang membebastugaskan pegawai yang tak memenuhi syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui TWK belum dicabut.

Ketua KPK Firli Bahuri memastikan akan menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi. Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan lembaga terkait mengenai nasib 75 pegawai yang tidak lolos TWK.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/24/16302441/komnas-ham-bentuk-tim-selidiki-pelaksanaan-twk-terhadap-pegawai-kpk

Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke