JAKARTA, KOMPAS.com – Tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi masih menjadi polemik kendati Presiden Joko Widodo telah bersikap.
Pimpinan KPK didesak untuk mencabut Surat Keputusan (SK) yang membebastugaskan 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
Padahal, Presiden Jokowi menyatakan, hasil TWK seharusnya menjadi masukan untuk memperbaiki KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai.
Penyelidik KPK Harun Al Rasyid mengatakan, ia bersama 74 pegawai KPK lainnya telah meminta pimpinan untuk mencabut SK.
Harun merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penyelidikan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan salah satu pegawai yang tak lolos TWK.
Pencabutan SK perlu dilakukan agar pegawai dapat kembali menjalankan tanggung jawabnya, termasuk terkait penanganan kasus.
"Kami sudah meminta kepada pimpinan untuk segera mengaktifkan kembali ke 75 orang yang dinonaktifkan," kata Harun, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/5/2021).
Desakan terhadap pimpinan KPK juga disampaikan oleh pegiat antikorupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Presiden Jokowi melakukan supervisi terhadap pimpinan KPK agar tidak membuat interpretasi berbeda dan memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos tes.
“Jangan sampai pimpinan KPK menafsirkan lain pernyataan Presiden dan tetap memaksakan pemberhentian 75 pegawai KPK,” kata Kurnia kepada Kompas.com.
Selesaikan proses administrasi
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto mengatakan, arahan dari Presiden Jokowi sudah sangat jelas. Seharusnya, semua pegawai KPK beralih status menjadi ASN tanpa melalui TWK.
Ia mendorong pimpinan KPK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) segera menyelesaikan proses administrasi alih status kepegawaian KPK menjadi ASN.
"Arahan Presiden dan regulasinya dalam Undang-undang KPK dan keputusan Mahkamah Konstitusi cukup jelas. Pegawai KPK beralih status menjadi ASN," ujar Sigit, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/5/2021).
Secara terpisah, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pimpinan KPK harus segera menjalankan arahan Presiden Jokowi.
Menurutnya, arahan Presiden Jokowi memiliki dasar yakni, pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
“Perintah Presiden Jokowi itu legal basinya adalah putusan MK tentang judicial review UU 19/ 2019 yang final dan binding (mengikat), harus dijalankan,” kata Saut.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan alih fungsi status kepegawaian tidak boleh mengurangi hak pegawai KPK.
MK juga meminta agar semua pegawai dianggap menjadi ASN tanpa alasan. Sebab pegawai KPK dianggap telah mendedikasikan diri pada upaya pemberantasan tindak korupsi.
Dengan demikian, Saut berpandangan, pimpinan KPK seharusnya meminta maaf dan mencabut SK yang membebastugaskan 75 pegawai tersebut.
“Iya dicabut dan minta maaf kepada semua pegawai KPK,” ucap Saut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/20/07194171/desakan-terhadap-pimpinan-kpk-cabut-sk-yang-membebastugaskan-75-pegawai