Salin Artikel

Mudik ke Konstitusi, Demokrasi, dan Reformasi

PEMERINTAH melalui Surat Edaran Kepala Satgas Covid No 13 Tahun 2021 melarang masyarakat untuk mudik pada libur Lebaran Idul Fitri tahun 2021, 6 – 17 Mei 2021.

Dua minggu sebelum dan setelah rentang waktu tersebut, sebagaimana dalam aturan tambahan, pemerintah melakukan pengetatatan perjalanan bagi warga masyarakat.

Pro dan kontra kebijakan ini mencuat ke publik. Terlebih munculnya sejumlah peristiwa yang paradoksal. Seperti lolosnya warga negara India masuk ke Indonesia di tengah meningginya kasus Covid-19 di negeri Hindustan itu.

Terbaru, masuknya warga negara China dengan alasan untuk kepentingan pengerjaan proyek srtategis nasional di Indonesia.

Di tengah hiruk-pikuk polemik pelarangan mudik, ruang publik juga disuguhkan dengan polemik tes pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji formil UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Delapan dari sembilan hakim MK menilai proses perubahan UU KPK telah sesuai dengan prosedur pembentukan peraturan perundnag-undangan sebagaiana tertuang dalam UU No 12 Tahun 2011.

Hanya terdapat satu hakim MK yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan delapan hakim lainnya yakni Wahidudin Adams yang menyatakan terdapat masalah dalam proses perubahan UU KPK tersebut.

Perubahan UU KPK yang dilakukan pada 2019 lalu menimbulkan polemik berkepanjangan di tengah masyarakat.

Demonstrasi dan protes dari sejumlah elemen seperti mahasiswa dan para aktivis masyarakat sipil mencuat di berbagai wilayah di Indonesia.

Proses perubahan dan substansi materi UU KPK dinilai janggal dan memberi dampak konkret terhadap eksistensi KPK.

Ragam persoalan yang belakangan muncul di tengah publik ini sepatutnya menjadi bahan refleksi bersama bagi penyelenggara negara.

Peringatan reformasi 23 tahun lalu pada 21 Mei 1998 dan peringatan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) 76 tahun lalu, 28 Mei – 1 Juni 1945, dapat menjadi momentum yang tepat untuk mudik bersama ke konstitusi, demokrasi, dan reformasi. Terlebih, 1 Juni yang merupakan akhir sidang BPUPK belakangan diperingati sebagai hari lahir Pancasila,

Ikhtiar ini dilakukan semata-mata dimaksudkan agar perjalanan negeri ini tetap dalam jalur yang tepat sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa (the founding fathers) yang tertuang dalam konstitusi dengan senantiasa menegakkan prinsip demokrasi dan semangat reformasi.

Kembali ke konstitusi

Dasar dan tujuan negara Indonesia yang termanifestasikan melalui Pancasila harus difungsikan dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam preambule UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta turut serta aktif dalam pergaulan dunia berdasarkan prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dasar dan tujuan negara tersebut dapat dipahami sebagai grundnorm atau staatsfundamentalnorm. (Jimly Asshiddiqie, 2020; 36).

Dasar negara itulah yang sejatinya menjadi cita hukum (rechstidee) dalam rangka membimbing dan memberi pedoman dalam pembentukan norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Pancasila secara normatif mengatur, isi, bentuk dan susunan serta proses dan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan. (A. Hamid S Attamimi, 1990; 358)

Namun sayangnya, dalam sejumlah peristiwa penting khususnya dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang belakangan mencuat, justru mengabaikan prinsip dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Termasuk materi peraturan perundang-undangan tak sedikit yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan konstitusi maupun oleh MA karena bertentangan dengan undang-undang.

Di samping itu, tujuan bernegara yang tertuang dalam preambule UUD 1945 juga harus direalisasikan oleh penyelenggara pemerintahan.

Salah satu pekerjaan rumah yang hingga saat ini belum tertunaikan dengan baik yakni mengenai tugas negara untuk memajukan kesejahteraan umum.

Terlebih di situasi pandemi Covid-19 ini, tantangan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum makin tidak mudah.

Maka tak ada pilihan lain, penyelenggara negara harus kembali ke konstitusi dengan menunaikan amanat konstitusi secara keseluruhan serta memastikan jalannya penyelenggaraan negara sesuai dengan norma dasar dalam bernegara.

Supremasi konstitusi adalah upaya nyata agar perjalanan bangsa ini tetap berada di jalur yang benar.

Jati diri reformasi dan demokrasi

Sejumlah peristiwa penting yang belakangan muncul harus menjadi renungan bersama tentang arah perjalanan bangsa ini.

Reformasi 1998 menjadi pemicu demokratisasi di Indonesia. Perubahan penting terjadi: amandemen konstitusi, penataan lembaga-lembaga negara, termasuk melakukan dwifungsi ABRI.

Praktik demokrasi melalui pelaksanaan pemilihan langsung dari tingkat pusat hingga daerah baik untuk eksekutif maupun legislatif telah berjalan sejak reformasi lalu.

Namun dalam praktiknya, politik elektoral tersebut tidak linier antara aspirasi pemilih dengan pemimpin yang dipilih dalam perumusan kebijakan publik.

Peristiwa penting yang belakangan muncul seperti polemik penyusunan UU Cipta Kerja (omnibus law), perubahan UU KPK, serta berbagai polemik kebijakan publik menimbulkan tanya besar: apa makna demokrasi yang secara periodik dilakukan melalui pemilu ini?

Aspirasi masyarakat yang tertuang dalam berbagai medium dalam kenyataannya tak sepenuhnya diwujudkan dalam bentuk kebijakan publik.

Jika merujuk data The Economist Intelegence Unit (EIU) dengan sejumlah indikator seperti proses elektoral dan pluarlisme, keberfungsian pemerintah, partisipasi politik, kultur politik serta kebebasan sipil, Indonesia berada dalam kategori demokrasi cacat (flawed democracy). Pada 2020 skor indeks demokrasi di Indonesia sebesar 6.3 turun dibanding tahun sebelumnya di skor 6.48.

Belum lagi, praktik koruptif penyelenggara negara di tingkat pusat hingga daerah yang demonstratif. Pemberantasan korupsi yang dilakukan sejak reformasi bergulir hingga kini belum terbentuk formula yang sistemik untuk menghentikan korupsi di lingkungan penyelenggara negara.

Alih-alih terbangun sistem antikorupsi yang sistemik, belakangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru berada dalam titik krusial.

Perubahan UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No 30 Tahun 2002 telah mengondisikan postur KPK berubah dari sebelumnya.

Padahal, persoalan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi salah satu isu sentral dalam gerakan reformasi 1998 silam.

Aspirasi tersebut tertuang melalui penerbitan Ketetapan MPR (Tap MPR) No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Selama 23 tahun berselang setelah reformasi, praktik KKN justru vulgar di permukaan. Praktik jual beli jabatan hingga yang paling ironi korupsi bantuan sosial terjadi di masa pandemi ini.

Capaian indeks persepsi korupsi (KPK) Indonesia pada 2020 lalu juga turun tiga poin berada di poin 37 melorot bila dibandingkan setahun sebelumnya di poin 40. Sedangkan peringkat Indonesia berada di 102 dari 108 negara yang disurvei.

Temuan indeks pengukuran di sektor demokrasi dan korupsi di Indonesia harus menjadi catatan penting bagi penyelenggara negara untuk melakukan perbaikan secara signifikan dan sistemik.

Catatan Steven Levitsky & Daniel Ziblatt dalam How Democaries Die (2018) tentang praktik erosi demokrasi yang terjadi secara perlahan dan terkesan tidak mengancam demokrasi dengan menggunakan instrumen legal, harus kita hindari bersama agar tidak terjadi di Indonesia.

Kembali pada cita-cita para pendiri bangsa dan jatidiri reformasi dan demokrasi merupakan hakikat dari esensi mudik yang sesungguhnya. Langkah ini penting sebagai cara untuk mengukuhkan Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/12/14363261/mudik-ke-konstitusi-demokrasi-dan-reformasi

Terkini Lainnya

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Nasional
Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Nasional
Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
'Amicus Curiae' Megawati

"Amicus Curiae" Megawati

Nasional
Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke