TWK merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Feri, jika presiden mendengarkan desakan sejumlah masyarakat terkait kejanggalan dari proses TWK tersebut dan ingin membatalkannya, Jokowi tinggal memerintahkan secara langsung atau tertulis.
"Tinggal perintah, baik langsung maupun tertulis," kata Feri kepada Kompas.com, Senin (10/5/2021).
Feri pun menduga bahwa Jokowi tahu proses TWK yang diprediksi berujung pada pemecatan 75 pegawai KPK itu.
Sebab, menurut dia, penyelenggara TWK yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN) merupakan lembaga di bawah presiden.
"Kuat dugaan Presiden adalah pemain utama dari berlangsungnya pemecatan ini, sebab berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan, baik KPK, Kemenpan-RB dan BKN adalah bawahan Presiden," kata Feri.
Oleh sebab itu, menurut dia, untuk membuktikan tidak terlibat dalam upaya yang dinilai sebagai pelemahan KPK secara sistematis ini, Jokowi tinggal meminta BKN menindaklanjuti hasil TWK tersebut jika ingin membatalkannya.
"Tidak mungkin TWK yang bertentangan dengan UU KPK, UU ASN dan PP Nomor 41 Tahun 2020 yang turut presiden bentuk, dapat dilanggar begitu saja oleh peraturan KPK yang dibentuk Firli tanpa didukung oleh Istana," kata Feri
"Jadi TWK yang bertentangan dengan nilai-nilai agama yang diyakini, UUD 1945, UU HAM, UU Administrasi Pemerintahan itu tentu saja dapat dibatalkan Jokowi. Misalnya, Presiden memerintahkan BKN untuk menindaklanjuti hasil TWK tersebut," ucap dia.
Sebelumnya, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) meminta Presiden Jokowi membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
Lakpesdam PBNU menilai bahwa pelaksanaan TWK tersebut cacat etik dan moral.
"Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK karena pelaksanaan TWK cacat etik, moral, dan melanggar hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi UUD 1945," demikian pernyataan Lakpesdam PBNU dikutip dari siaran pers, Minggu (9/5/2021).
Dalam pernyataan yang ditandatangi Ketua Rumadi Ahmad dan Sekretaris Marzuki Wahid tersebut, Lakpesdam PBNU juga menilai bahwa penyelenggaraan tersebut bukan tes masuk menjadi ASN.
Lakpesdam PBNU menekankan, pegawai yang dites sudah lama bekerja di KPK dan terbukti memiliki kompetensi dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, mereka juga tengah menangani kasus-kasus korupsi besar yang sangat serius.
"Oleh karena itu, TWK tidak bisa dijadikan alat untuk mengeluarkan pegawai KPK yang sudah lama bergelut dalam pemberantasan korupsi," tulis pernyataan tersebut.
Selain kepada Presiden, Lakpesdam PBNU juga meminta Komisi Nasional HAM dan Komisi Nasional Perempuan mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang mengikuti tes.
Di samping itu, Lakpesdam PBNU meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengembalikan TWK untuk calon ASN sebagai uji nasionalisme dan komitmen bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
"Bukan sebagai screening dan litsus zaman orde baru atau mihnah zaman Khalifah Abbasyiyah," pernyataan lainnya tertulis.
Lebih lanjut, Lakpesdam PBNU mengajak masyarakat sipil terus mengawal dan menguatkan KPK dengan menjaga independensi mereka dari pengaruh-pengaruh eksternal yang akan melemahkan KPK.
"Kita butuh lembaga KPK yang independen, kompeten, dan loyal terhadap Pancasila dan UUD 1945 untuk memberantas musuh terbesar bangsa Indonesia, yaitu korupsi," tutup pernyataan tersebut.
Seperti diketahui, KPK telah menerima hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diikuti seluruh pegawainya sebagai bagian dari proses alih status menjai ASN.
Hasil itu diterima dari BKN pada 27 April 2021.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti oleh 1.351 pegawai KPK, sebagai bagian dari alih status kepegawaian menjadi ASN.
Hasilnya, yang memenuhi syarat dan lolos TWK diketahui 1.274 orang.
"Yang tidak memenuhi syarat 75 orang atau TMS, pegawai yang tidak hadir sebanyak 2 orang," ucap Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/5/2021).
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/10/11293031/jokowi-dinilai-bisa-batalkan-twk-untuk-buktikan-tak-dukung-75-pegawai-kpk