Hal ini disampaikan menyusul keputusan pemerintah mengategorikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi/individu teroris berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme.
Meskipun belum ada penjelasan dari pemerintah soal definisi KKB, ICJR dan Elsam menduga bahwa yang disebut sebagai KKB adalah TPNPB-OPM.
"Meminta pemerintah untuk tidak gegabah dalam menggunakan UU Terorisme dalam menghadapi TPNPB-OPM di Papua," demikian bunyi siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (2/5/2021).
ICJR dan Elsam memandang, pemerintah seharusnya melakukan pendekatan persuasif dengan mengedepankan dialog dengan semua elemen masyarakat di Papua.
Pengategorian KKB sebagai organisasi/individu teroris justru dinilai akan semakin meningkatkan kekerasan aparat keamanan di Papua.
Sementara, penggunaan UU Terorisme sebagai dasar hukum terkait hal ini semakin menyebabkan kusutunya sistem hukum pidana di Tanah Air.
"Penyematan label teroris tersebut selain berpeluang menyebabkan tingginya tingkat eskalasi kekerasan oleh aparat keamanan di Papua, namun juga berdampak terhadap carut-marutnya penegakan hukum dan sistem hukum pidana di Indonesia," demikian bunyi siaran pers.
Menurut ICJR dan Elsam, kejahatan terhadap keamanan negara telah diatur dalam KUHP.
Oleh karenanya, pemerintah perlu memberikan klarifikasi, mengapa pasal-pasal dalam KUHP itu dianggap tidak lagi relevan untuk menghadapi TPNPB-OPM.
Padahal, secara lex spesialist tindakan TPNPB-OPM yang menggunakan cara-cara kekerasan mestinya digolongkan pada perbuatan-perbuatan ini.
Sebab, UU Terorisme tidak dibentuk untuk mengatasi tindakan separatis yang sudah terlebih dahulu diatur dalam KUHP.
Kedua, pemerintah diminta lebih tegas menjabarkan, apakah yang ingin dikriminalisasi adalah tindakan kekerasan ataukah ideologi dan cita-cita dari TPNPB-OPM untuk memerdekakan Papua dari Indonesia.
Jika yang ingin dilakukan adalah poin pertama, maka KUHP memiliki instrumen lebih dari cukup untuk digunakan dalam hal ini.
"Apabila yang ingin dilakukan adalah yang kedua yaitu menyasar ideologi atau cita dari TPNPB-OPM untuk memerdekakan diri, hal ini akan menimbulkan dilema dalam penegakan hukum," demikian menurut ICJR dan Elsam.
"Aparat penegak hukum akan kesulitan dalam membedakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh TPNPB-OPM dengan masyarakat sipil/individu yang memiliki ideologi atau cita yang sama untuk kemerdekaan Papua."
Meskipun pemerintah meminta agar masyarakat tak khawatir dalam hal penegakan hukum terkait hal ini, ICJR dan Elsam menilai bahwa penggunaan UU Terorisme berpotensi besar menambah catatan pelanggaran HAM di Papua.
Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah penggunaan ketentuan hukum acara dalam UU Terorisme yang sangat eksesif dan memiliki banyak celah terjadinya pelanggaran HAM.
"Praktik-praktik penegakan hukum yang demikian, kuat dugaan akan semakin sering terjadi apabila pemerintah secara ambisius menggunakan ketentuan hukum acara UU Terorisme yang secara hukum sangat bermasalah dalam aspek hukum dan perlindungan HAM," demikian menurut ICJR dan Elsam.
Sebelumnya, pemerintah resmi mengategorikan KKB di Papua sebagai organisasi teroris.
Keputusan itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Kamis (29/4/2021).
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Mahfud dalam konferensi pers, dikutip dari kanal Youtube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/02/13234101/pemerintah-diminta-tak-gegabah-pakai-uu-terorisme-untuk-atasi-kkb-di-papua