Salin Artikel

Perjalanan Kasus Mantan Bupati Talaud: PK Dikabulkan hingga Kembali Ditahan KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan mantan Bupati Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip untuk menghirup udara bebas mesti tertunda.

Pada Kamis (29/4/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Sri Wahyuni sebagai tersangka atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014-2017.

Sebelumnya Sri Wahyuni dipenjara karena terbukti menerima suap terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2019.

Hukuman diperingan

Pada akhir 2020, Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman penjara Sri dari 4 tahun dan 6 bulan menjadi 2 tahun penjara, melalui keputusan peninjauan kema

Dikutip dari Kompas.id, alasan MA mengambil keputusan tersebut karena Sri belum menerima dan menikmati hadiah yang dimintanya pada pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.

Sri Wahyuni diketahui meminta sejumlah barang mewah senilai Rp 513,8 juta pada Bernard.

Melalui tim sukses Bupati Benhur Lalenoh Sri meminta fee sebanyak 10 persen kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.

Pemberian fee itu sebagian dalam bentuk barang mewah.

MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan Sri Wahyuni sehingga batal putusan judex facti.

"Kabul permohonan PK Pemohon, batal putusan judex facti kemudian MA mengadili kembali dan menyatakan Pemohon PK terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a UU PTPK," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, saat dihubungi pada 1 September 2020 lalu.

Kekecewaan KPK

KPK menyesalkan putusan yang diberikan oleh MA pada Sri Wahyuni.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri merasa bahwa putusan MA mengabulkan PK Sri Wahyuni yang menyebabkan hukumannya dipangkas menjadi hanya dua tahun sangat jauh dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

JPU KPK menuntut Sri Wahyuni dengan 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Namun majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonisnya dengan 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp 600 juta.

Hukuman kembali dipotong menjadi 2 tahun penjara dan denda 209 juta setelah MA mengabulkan PK yang diajukan Sri Wahyuni.

Saat itu, meski menghormati putusan MA, namun KPK khawatir hal itu akan menjadi tren buruk dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sebab hukuman 2 tahun penjara lebih ringan dari ancaman pidana yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi yakni empat tahun.

"Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ditangkap lagi

Setelah menjalani masa tahanan selama 2 tahun, Sri Wahyuni sempat bebas dari Lapas Wanita Tangerang Rabu (28/4/2021) malam.

Namun, KPK kembali menahan Sri Wahyuni karena menjadi tersangka pada kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014-2017.

Ali Fikri menuturkan, saat ditahan kembali Sri Wahyuni mengalami emosi yang tidak stabil.

Dalam konferensi penetapan tersangka, KPK tidak menampilkan Sri Wahyuni di depan para wartawan.

"Sore hari ini kami tidak bisa menampilkan tersangka, kami sudah berupaya menyampaikan kepada yang bersangkutan, tetapi kemudian setelah akan dilakukan penahanan ini, keadaan emosi yang bersangkutan tidak stabil," terang Ali.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/30/16202101/perjalanan-kasus-mantan-bupati-talaud-pk-dikabulkan-hingga-kembali-ditahan

Terkini Lainnya

Soal 'Amicus Curiae' Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Soal "Amicus Curiae" Megawati, Ganjar: Momentum agar MK Tak Buat April Mop

Nasional
Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Ke Teuku Umar, Ganjar Jelaskan Alasannya Baru Silaturahmi dengan Megawati

Nasional
Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Ganjar Tak Persoalkan Kehadiran Mardiono di Acara Halal Bihalal Golkar

Nasional
KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

Nasional
Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke