Pasalnya, isu permintaan adanya dispensasi bagi santri di pondok pesantren agar bisa mudik pun muncul dari pihak pemerintah.
Hal tersebut bermula dari pernyataan Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi yang mengatakan bahwa Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta ada dispensasi larangan mudik bagi para santri di pondok pesantren agar bisa pulang ke kampung halamannya.
Masduki mengatakan, santri bakal kesulitan pulang ke kampung halaman saat Lebaran karena adanya larangan mudik.
"Oleh karena itu, harus ada dispensasi. Wapres minta agar ada dispensasi untuk para santri bisa pulang ke rumah masing-masing, tidak dikenai peraturan-peraturan yang ketat terkait larangan mudik dalam konteks pandemi saat ini," ujar Masduki.
Masduki pun mengapresiasi langkah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang mengizinkan santri mudik Lebaran tahun ini.
Ia pun berharap daerah-daerah lainnya juga memberikan kemudahan khusus kepada para santri yang ingin pulang.
"Itulah permohonan Wapres supaya ada kemudahan buat santri-santri," kata dia.
Bahkan dalam hal-hal tertentu, ujar Masduki, Wapres Ma'ruf juga meminta kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk membuat surat secara khusus baik kepada Presiden, Wapres, maupun Dirlantas Polri agar dispensasi larangan mudik untuk santri tersebut diakomodasi.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kebijakan larangan mudik Lebaran 2021 kepada seluruh masyarakat untuk mencegah meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air.
Larangan bepergian ke luar daerah tersebut kini berlaku 6 sampai 17 Mei 2021. Pemerintah pun mengeluarka aturan pengetatan bepergian pra dan pasca-larangan mudik mulai 22 April hingga 5 Mei dan 18 Mei hingga 24 Mei 2021.
Diklarifikasi
Tak sampai 24 jam, Jubir Wapres Masduki Baidlowi pun meralat pernyataannya.
Ia memastikan bahwa harapan agar santri bisa pulang kampung saat Lebaran 2021 bukan keinginan maupun permintaan Wapres.
Masduki menjelaskan, Wapres Ma'ruf menerima usulan dari PBNU para santri di pondok pesantren difasilitasi untuk bisa mudik.
"Ide untuk memfasilitasi kepulangan santri itu bukan dari Wapres, tetapi itu usulan PBNU," kata Masduki kepada wartawan, Jumat (23/4/2021) malam.
"Sejak ada adendum itu, para ulama pimpinan pesantren resah, bagaimana santri-santri yang masih di pesantren sudah waktunya pulang tapi karena adendum itu melarang, maka tidak boleh pulang," kata dia.
Para santri, kata dia, juga sudah mematuhi protokol kesehatan.
Selain itu, saat ini sudah ada daerah yang mengizinkan kepulangan santri, yakni Provinsi Jawa Timur.
Atas dasar itulah, kata dia, maka Wapres meminta agar PBNU membuat surat pada Mabes Polri atau Direktur Lalu Lintas Polri untuk meminta izin agar para santri itu difasilitasi kepulangannya.
"Jadi ide ini bukan dari Wapres, tetapi Wapres merespons terhadap ulama-ulama pimpinan pesantren yang khawatir santrinya tidak bisa pulang terhadang di jalan (oleh aturan larangan)," kata dia.
Lebih jauh Masduki menjelaskan, permintaan tersebut disampaikan PBNU setelah diterbitkannya adendum baru dari Satgas Penanganan Covid-19.
Santri tetap dilarang mudik
Setelah wacana itu mendapat kritik masyarakat, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan dispensasi atau memfasilitasi para santri bisa pulang ke kampung halaman di tengah larangan mudik Lebaran 2021.
Langkah tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus Covid-19 di Tanah Air.
"Kami meminta dengan sangat hormat kepada para pengasuh, santri maupun orangtua santri untuk bisa memahami aturan ini demi menjaga keselamatan jiwa kita bersama dari ancaman paparan Covid-19," ujar Yaqut dikutip dari siaran pers, Rabu (28/4/2021).
Yaqut mengakui, kebijakan larangan mudik tersebut tidak mudah diterima kalangan pesantren. Itu karena pondok pesantren kerap kali telah mengakhiri masa pembelajaran jelang Hari Raya Idul Fitri.
Namun mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih belum menurun dan berpotensi kembali meningkat saat Lebaran, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan larangan mudik bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
"Saya harap semua masyarakat termasuk kalangan santri bisa memahami dengan baik munculnya larangan mudik Lebaran tahun ini," kata dia.
Sebab, di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali, dibutuhkan pengawasan dan kontrol ketat di lapangan.
Sementara jumlah santri tidak sedikit yang asalnya pun dari berbagai daerah di Tanah Air, sedangkan petugas pengawas sangat terbatas.
"Pergerakan jutaan santri ke berbagai daerah dalam waktu hampir bersamaan sangat rawan memunculkan klaster-klaster baru penularan virus. Bahaya lebih besar pun mengancam jika sampai rumah, virus itu turut memapar para anggota keluarganya. Bahaya yang sama juga bakal terjadi pada arus balik," kata dia.
Beri pemahaman
Yaqut juga meminta setiap pengelola pondok pesantren memberikan pemahaman kepada para santri dan orangtuanya bahwa tidak ada dispensasi larangan mudik bagi mereka.
Ia mengatakan, Kementerian Agama secara aktif menyosialisasikan tidak ada dispensasi bagi santri tersebut ke kalangan pondok pesantren dan pemerintah daerah.
"Saya minta para pengelola pondok pesantren bisa memberikan pemahaman komprehensif kepada para santri dan orangtuanya," kata Yaqut dikutip dari siaran pers, Rabu (28/4/2021).
Yaqut mengatakan, komunikasi yang aktif akan membuat kebijakan pelarangan mudik tersebut diterima dengan baik di kalangan santri.
Di samping itu, Yaqut juga meminta para pengelola pondok pesantren untuk mengisi masa libur para santri dengan membuat kegiatan-kegiatan positif dan menyenangkan.
"Di pondok itu juga tidak kurang berkahnya dengan meningkatkan amaliyah, belajar dan mengaji. Sebab itu, mari menunda dulu sejenak untuk bertemu keluarga agar semua terlindungi," ujar dia.
Menurut Yaqut, silaturahmi Hari Raya Idul Fitri pada masa pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas masyarakat ini, bisa dilakukan melalui virtual.
Hal tersebut pun disebutkannya tidak akan mengurangi makna dari Hari Raya Idul Fitri tersebut.
Ia pun berpesan agar para pengelola pondok pesantren dan santri terus menjaga protokol kesehatan Covid-19, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Larangan untuk batasi mobilitas
Epidemilog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, adanya perbedaan pendapat di antara pemerintah tentang dispensasi mudik bagi santri itu menunjukkan adanya ketidakpahaman atas tujuan pelarangan mudik.
"Pelarangan mudik itu bagian dari upaya membatasi mobilitas penduduk. Jadi konsepnya mobilitas penduduk, bukan mudiknya," kata Pandu kepada Kompas.com, Minggu (25/4/2021).
Pandu mengatakan, sebelumnya larangan bepergian saat liburan panjang juga bertujuan sama yakni, membatasi mobilitas penduduk agar tidak bepergian seperti berwisata lokal.
Bahkan menurut Pandu, pemerintah sendiri tidak mengetahui konsep dari pelarangan mudik yang dimaksudkan untuk menekan angka Covid-19 tersebut.
"Karena tidak mengerti (konsep larangan mudik), di antara pemerintah itu, fragmen-fragmen kekuasaan di pariwisata, pendidikan, Wapres, staf Wapres itu tidak paham kenapa mudik dilarang," kata Pandu.
"Disangkanya ya sudah, mudik dilarang, yang lainnya boleh. Itu jadi tidak mengerti konsep membatasi mobilitas penduduk," ucap dia.
Pandu menjelaskan, sebab membatasi mobilitas penduduk sesungguhnya di masa Lebaran, kata dia, silaturahmi dalam kota pun sebaiknya tidak dilakukan.
Ini termasuk halalbihalal dan open house yang kerap kali digelar oleh pejabat-pejabat menteri di Tanah Air.
"Karena sudah pengalaman sejak tahun lalu, begitu mobilitas penduduk meningkat, kasus meningkat. Jadi konsepnya ke sana," kata dia.
Apabila selama ini Indonesia memang khawatir mengalami peningkatan kasus Covid-19 seperti di India, kata dia, maka tidak ada pengecualian bagi siapa pun untuk tidak mudik.
Namun jika santri jadi pengecualian, ujar Pandu, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat lainnya pun akan meminta hal yang sama.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/29/09065881/wacana-dispensasi-larangan-mudik-bagi-santri-dari-kontroversi-hingga