Pada awal Maret 2020, ia bersama kakak dan ibu kandungnya mesti merasakan pengalaman yang paling tidak terlupakan, menjadi pasien Covid-19 pertama di Indonesia.
Dalam perjalanannya menyembuhkan diri dari Covid-19 saat itu, Sita Tyasutami akhirnya menyadari satu hal, selain perawatan medis, kesehatan mental merupakan kunci utama sembuh dari virus yang masih terus tersebar di seluruh dunia itu.
“Kita dulu mikirnya Covid-19 itu hanya menyerang kesehatan fisik, tapi tanpa kita sadari dia juga menyerang kesehatan mental kita. Itu juga terjadi di aku dulu, dalam proses perawatan di rumah sakit," cerita Sita pada Kompas.com, Kamis (22/4/2021).
"Sebenarnya gejala-gejala Covid-19 itu sudah mulai hilang. Tapi karena dihujat netizen dan mentalku kacau, aku nangis berhari-hari dan semua gejala itu balik lagi. Di situ aku sadar bahwa menjaga mental health saat menghadapi Covid-19 itu penting banget,” sambung anak kedua dari dua bersaudara ini.
Ia menceritakan, hingga satu tahun setelah dinyatakan sembuh, masih ada saja netizen yang menghujat Sita melalui media sosial.
Sampai-sampai timbul dalam hatinya jika ia seorang laki-laki, hujatan tersebut tidak akan ia rasakan sampai seberat dan selama ini.
"Sampai sekarang masih ada saja hujatan (netizen) yang bias gender banget, mulai dari bawa-bawa politik, agama, hingga seksualitas aku. Memang itu berat sekali, aku bohong kalau bilang aku kuat 100 persen menghadapinya,” kata Sita.
Sita kemudian menyadari bahwa dirinya harus bangkit memulihkan kondisi mentalnya. Ia tak ingin hujatan dari netizen membuat kondisi kesehatan mentalnya terus menerus terganggu.
"Apa yang membuat aku kuat, ya aku adalah perempuan yang dihujat dengan berbagai macam ungkapan. Aku harus nunjukin bahwa aku kuat,” ucap Sita.
"Bukan membandingkan dengan laki-laki ya, tapi orang selalu menganggap perempuan itu emosional dan sensitif. Justru sisi feminim itulah yang membuat aku kuat. Semakin aku dihujat, aku semakin ingin menunjukan bahwa aku bisa. Kita harus tunjukin kalau perempuan itu kuat,” papar dia.
Sita menyebut, untuk para perempuan menjaga kesehatan mental untuk saat pandemi Covid-19 penting dilakukan, terutama untuk mereka yang sudah berkeluarga.
Penyebabnya, ada banyak rutinitas yang berubah sejak pandemi Covid-19 dan pemberlakuan berbagai aktivitas sosial masyarakat. Perubahan itu dinilai Sita paling berimbas pada perempuan.
“Ya karena budaya kita masih patriarki, perempuan itu seperti harus mengurus semua urusan di rumah. Ngurusin anak, suami, masak, dan beres-beres. Sekarang di situasi pandemi, yang biasanya suami kerja, anak sekolah, jadi perempuan punya banyak waktu luang di rumah, tiba-tiba semua tertumpuk jadi satu di rumah,” ungkap Tyas.
Peran ganda yang harus dijalani perempuan yang sudah berkeluarga menurut Sita adalah, perempuan yang bekerja sekaligus harus mengurusi kebutuhan rumah tangga.
Pada saat pandemi Covid-19, terpapar dan tidak terpapar virus corona, seorang perempuan punya beban yang tetap sama-sama beratnya.
“Karena disaat mereka tidak terpapar (Covid-19) mereka mengurusi satu keluarga di luar pekerjaan mereka. Tapi kalau mereka terpapar bisa jadi satu keluarga jadi bingung karena jadi enggak ada yang beberes rumah, enggak ada yang nyiapin semua kebutuhan anak dan lain sebagainya,” ungkap Sita.
Sita mengatakan, untuk menjaga kesehatan mental tersebut, biasanya ia memilih menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat yang peduli padanya.
Selain itu proses untuk menghilangkan stres yang menjadi pemicu awal depresi bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas yang disukai.
“Kalau sudah mulai stres, aku langsung memikirkan ide untuk membuat karya atau kadang aku juga menari ketika kondisi mentalku sedang tidak baik. Memang tidak semua orang seniman ya, tapi ada baiknya juga meski bukan pelukis misalnya, kalau lagi stres kita bisa saja meluki untuk mengekspresikan perasaan kita,” jelas Sita.
Namun demikian, upaya untuk terus menjaga kesehatan mental pada diri seorang perempuan takkan terwujud tanpa bantuan dari para laki-laki.
Dalam keluarga misalnya, Sita mencontohkan, peran seorang suami penting untuk turut menjaga kesehatan mental istrinya.
“Menurut aku peran bapak, peran laki2 di keluarga juga penting banget, tanpa dukungan mereka perempuannya akan kesulitan untuk berkarya guna menyehatkan mentalnya sendiri,” pungkas dia.
Terkait kondisi pandemi saat ini, Sita mengaku prihatin namun pemerintah perlu diapresiasi untuk upayanya yang tidak kecil.
"Apalagi sekarang kan vaksin juga sudah sampai di Indonesia sejak Januari, kalau enggak salah. Menurut aku hebat banget sih Pemerintah Indonesia bisa menyediakan vaksin sebanyak itu gratis untuk rakyatnya," katanya dalam wawancara khusus sebelumnya dengan Kompas.com pada awal Maret 2021, tepat setahun pandemi di Indonesia.
Ia juga meyakini bangsa Indonesia mampu melewati pandemi bersama-sama meski diakuinya banyak yang tidak yakin bahwa wabah ini ada.
Hanya saja, orang-orang seperti itu lebih sedikit daripada mereka yang taat pada protokol kesehatan dan mendukung program pemerintah.
"Meskipun sangat disayangkan masih ada orang yang percaya ini konspirasi, enggak percaya dan enggak mau pakai masker, bikin masalah, memviralkan ini itu. Aku yakin banyak juga orang yang taat protokol kesehatan. Dengan kebersamaan dan kembali ke gotong royong kita, aku yakin kita bisa melalui ini semua," tutupnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/27/20470001/cerita-sita-tyasutami--pentingnya-kesehatan-mental-perempuan-dalam