Kepala PPATK Dian Ediana Rae menilai, pencucian uang melalui bitcoin memang merupakan modus baru dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Indonesia.
Meski terhitung baru, rupanya Indonesia sudah mengidentifikasi sejumlah kasus dengan modus tersebut sejak enam tahun yang lalu, atau sekitar 2015.
"Berdasarkan hasil penilaian risiko terjadinya TPPU di Indonesia, sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini teridentifikasi penyalahgunaan aset virtual atau aset kripto menjadi emerging threat media pencucian uang di Indonesia," kata Dian kepada Kompas.com, Kamis (22/4/2021).
Lebih lanjut, Dian mengatakan bahwa ada kenaikan tren modus pencucian uang menggunakan bitcoin atau aset kripto.
Namun, ia tak merinci secara detail berapa grafik kenaikan tren yang ada pada modus cuci uang melalui bitcoin tersebut.
"Penyalahgunaan aset kripto menjadi emerging threat media pencucian uang, memiliki makna bahwa mulai adanya kenaikan tren penyalahgunaan aset kripto. Sehingga dapat dikatakan bahwa ini menjadi modus baru pencucian uang," jelasnya.
Berkembang sejak 2009
Agaknya, persoalan terkait modus pencucian uang menggunakan bitcoin memang baru di Indonesia.
Namun, apabila melihat perkembangan modus TPPU dunia, Dian melihat penyalahgunaan aset kripto mulai berkembang sejak 2009.
"Penyalahgunaan aset kripto bukan hal yang baru di dunia, dikarenakan aset kripto mulai berkembang sejak diciptakannya bitcoin pada 2009," tuturnya.
Bahkan, Dian memprediksi perkembangan modus ini akan semakin pesat seiring masuknya teknologi dan industri 4.0 di seluruh dunia.
Menimpa kasus selain korupsi
Rupanya, TPPU dengan modus melalui transaksi mata uang kripto atau Bitcoin tidak hanya terjadi dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi.
Dian menjelaskan, di Indonesia teridentifikasi beberapa kasus yang menyalahgunakan aset kripto antara lain kejahatan siber atau Cybercrimes seperti scamming dan pemerassan terkait ransomware.
"Di mana para pelaku kejahatan dimaksud meminta tebusannya dengan menggunakan aset kripto," jelasnya.
Ia menambahkan, modus pencucian uang melalui bitcoin juga teridentifikasi untuk mendanai terorisme.
Berdasarkan penjelasannya, ada salah satu organisasi teroris internasional yang mempublikasikan wallet address aset kripto untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan terorisme.
Kemudian, lanjut Dian, modus pencucian uang dengan menyalahgunakan aset kripto juga banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan narkotika.
"Transaksi narkotika dengan menggunakan aset kripto biasanya terjadi di dark web, di mana para pelaku kejahatan meminta pembayaran atas pembelian narkotika di dark web," tuturnya.
Ia mencontohkan, modus pencucian uang itu terjadi di Market Place yang menjual illegal goods termasuk narkotika seperti Silk Road 2.0, Hydra dan lainnya.
Bisa dilacak
Meski modus tersebut merambah ke kasus selain korupsi, bukan berarti hal itu tak bisa dilacak oleh PPATK.
Menurut dia, modus pencucian uang menggunakan bitcoin tetap dapat terlacak. Teknologi bernama distributed ledger technology (DLT) pun menjadi alat pelacaknya.
Dian menjelaskan cara kerja teknologi DLT untuk melacak modus pencucian uang yang mengalir lewat aset kripto atau Bitcoin.
Perlu diketahui bahwa teknologi ini mampu mencatat semua transaksi keuangan baik yang nyata maupun yang telah disamarkan dengan fasilitas teknologi tertentu.
Seluruh transaksi itu, kata dia, tercatat dalam Blockchain atau buku besar yang terdapat dalam internet.
"Sehingga pada dasarnya, seluruh transaksi baik yang nyata maupun yang telah disamarkan tercatat dalam Blockchain di internet," terangnya.
Siapkan SDM
Kendati demikian, diakuinya teknologi tersebut tidaklah cukup. Untuk itu, ia pun sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) guna membantu DLT menjalankan tugasnya.
Pihaknya akan menyediakan SDM yang memiliki keahlian khusus dan pemahaman tentang transaksi aset kripto.
Pasalnya, ia menilai pemahaman tentang transaksi aset kripto berbeda dengan transaksi keuangan di perbankan.
"Hal yang perlu dan akan dilakukan oleh lembaga intelijen keuangan seperti PPATK adalah menyediakan sumber daya manusia," ucapnya.
Di sisi lain, pihaknya juga mengaku akan bekerja sama dengan regulator yaitu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) jika ada transaksi domestik dalam modus tersebut.
"Bappebti selaku lembaga pengawas dan pengatur dari pedagang aset kripto untuk menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) secara memadai serta meningkatkan kewajiban pelaporan ke PPATK," kata Dian.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung menduga tiga tersangka kasus korupsi PT Asabri menyembunyikan hasil kejahatannya melalui transaksi mata uang kripto atau bitcoin.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, pihaknya masih mendalami jumlah transaksi bitcoin yang dilakukan ketiga tersangka.
"Itu masih kita perdalam. Yang jelas ada beberapa transaksi melalui itu (bitcoin). Tapi kita belum dapat kepastian nilainya dan kita belum dapat juga nilai real yang bisa kita amankan disitu. Masih kita perdalam," kata Febrie di Kejagung RI, Jakarta, dikutip dari Tribunnews, Rabu (21/4/2021).
Tiga tersangka yang dijerat pasal tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini di antaranya Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Jimmy Sutopo.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/22/16410731/penjelasan-lengkap-ppatk-soal-modus-cuci-uang-lewat-bitcoin