JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengabulan Peninjauan Kembali (PK) advokat Lucas oleh Mahkamah Agung (MA) menambah panjang catatan kelam lembaga kehakiman.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyebut, berdasarkan catatan ICW, lembaga kehakiman kerap meringankan putusan perkara korupsi.
"Dalam catatan ICW, sejak tahun 2005, MA selalu menjatuhkan vonis ringan kepada para komplotan koruptor," kata Kurnia dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (8/4/2021).
"Terakhir, pada tahun 2020, ICW mencatat, rata-rata hukuman yang dikenakan kepada koruptor hanya tiga tahun satu bulan penjara," ucap dia.
ICW beranggapan, Mahkamah Agung memang tidak menginginkan Advokat Lucas divonis penjara.
Sebab, pada tingkat kasasi pun MA mengurangi hukuman Lucas, dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara.
Dengan dikabulkannya PK tersebut, Kurnia mengatakan, seluruh elemen kekuasaan, termasuk lembaga kehakiman, menolak agenda pemberantasan korupsi.
“Selain Presiden dan DPR yang selalu menjadi biang kerok pelemahan pemberantasan korupsi, pada kenyataannya, pengadilan juga menjalani praktik serupa,” ucap Kurnia.
“Jadi, lengkap sudah, seluruh cabang kekuasaan menolak memperkuat agenda pemberantasan korupsi,” tutur dia.
Adapun dalam dakwaan kepaniteraan MA disebutkan, putusan PK atas nama terdakwa Lucas dikabulkan pada 7 April 2021, oleh majelis hakim beranggotakan Abdul Latif, Sofyan Sitompul, dan Salman Luthan.
"Artinya dia bebas, terbukti tidak bersalah karena PK dikabulkan," kata pengacara Lucas, Aldres Napitupulu, Kamis (8/4/2021) dikutip dari Antara.
Aldres menjelaskan, permohonan PK yang diajukan kliennya, meminta agar MA menyatakan pemohon PK/terpidana Lucas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dan membebaskan pemohon PK/terpidana Lucas dari seluruh dakwaan dan tuntutan JPU.
Dalam permohonan PK, Lucas juga meminta agar dikeluarkan dari Lembaga Permasyarakatan Kelas I Tangerang.
Kemudian, Lucas juga meminta agar barang-barang bukti dikembalikan kepada para pihak.
Aldres menyatakan bahwa pihaknya akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan Lucas dari Lapas Tangerang.
"Kami akan bersurat ke KPK agar KPK melksanakan dahulu salah satu amar putusan, yakni mengeluarkan Lucas dari Lapas, kemudian mengenai barang bukti dan lainnya tentunya kami akan minta untuk dikembalikan," ujar Aldres.
Adres menuturkan, pihaknya juga akan meminta barang bukti yang sudah dilelang oleh KPK.
"Kalau sudah dilelang, kami akan minta hasil lelangnya diserahkan kembali kepada Pak Lucas, kepada pihak dari mana barang itu disita," tutur dia.
Lucas divonis 7 tahun penjara dan denda 609 juta subsider 6 bulan kurungan, oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena terbukti bersalah merintangi penyidikan Eddy Sindoro.
Vonis itu diberikan pada 20 Maret 2019 lalu. Saat itu Lucas merupakan pengacara Eddy Sindoro.
Eddy Sindoro yang merupakan mantan Petinggi Lippo Group divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Tipikor, Jakarta.
Iaterbukti melakukan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar AS pada panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/09/08430591/icw-pengabulan-pk-advokat-lucas-menambah-catatan-kelam-lembaga-kehakiman