Oleh karena itu, ia pun ingin agar program deradikalisasi dikuatkan agar bibit-bibit tersebut mati.
"Deradikalisasi ini perlu kita kuatkan karena di Malang ini cukup lumayan bibit-bibit ke arah sana," ujar Sutiaji dalam webinar bertajuk "Promosi Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman di Tingkat Kota" yang digelar SETARA Institute, Kamis (8/4/2021).
Sutiaji pun mencontohkan bibit-bibit radikalisme yang tercium di wilayahnya.
Contoh itu mulai dari para pelaku teror bom di Borobudur hingga pelaku bom Bali seperti Amrozi dan Doktor Azahari.
"Ketika ada pengeboman Borobudur, waktu itu rapat-rapatnya di Kota Malang dan itu orang Malang. Ketika bom Bali (pelakunya) juga pernah singgah di Malang. Jadi Amrozi CS itu dulu pernah di Malang," kata dia.
"Yang baru-baru ini ISIS, dulu mau deklarasi di Malang. Azhari juga kenanya di wilayah Kota Malang," kata Sutiaji.
Meskipun demikian, kata dia, kondusivitas Kota Malang sejauh ini berjalan baik, bahkan Malang pun menjadi kota toleran nomor satu di Jawa Timur karena kondusivitasnya itu.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya pun ingin mewujudkan kota yang rukun dan toleran berasaskan keberagaman dan keberpihakan masyarakat dan gender.
Contoh nyata yang terlihat adalah kerukunan antaragama di Kota Malang yang terlihat dari pelaksanaan shalat id di depan gereja yang ada di Kota Malang.
Saat itu, kata dia, Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, kemudian gereja sementara tutup dan mengundurkan peribadatannya menjadi siang hari demi memberi kesempatan umat Islam shalat Idul Fitri.
"Ini bentuk kami membangun toleransi dan Insya Allah yang namanya forum kerukunan umat beragama (FKUB) dulu datangnya dari Malang," kata dia.
Namun selain radikalisme, kata Sutiaji, bibit-bibit sosialis dan komunis pun mulai berkembang.
Ia kembali mencontohkan adanya laporan dari rektor salah satu kampus yang mengatakan bahwa di kampusnya ditemukan sebuah ruangan untuk memutar film-film senyap.
"Kami sebagai kepala daerah sepanjang itu masih dalam wacana dan tidak menggerakkan massa dan tidak jadi pergerakan, maka kami benar-benar diawasi saja. Tapi kalau sudah masuk kepada pergerakan, maka inilah yang harus diwaspadai," kata dia.
Sutiaji mengatakan, ancaman nyata seperti radikalisme, terorisme, separatisme, dan liberalisme sudah menjadi tantangan bangsa ini.
Bahkan jaringan-jaringannya pun sudah luas dengan pola organisasi yang semakin berkembang.
"Kita tahu semua bahwa yang namanya radikalis adalah pemahaman, maka tidak pernah berhenti terus menerus sel-selnya ini yang akan kami kikis," kata dia.
Menurut dia, pemahaman itu memiliki bahan bakar seperti isu-isu ketimpangan dan ketidakadilan yang diambil dari Pancasila sila kelima yang tidak pernah tercapai. Kemudian hukum yang masih tajam di bawah tapi tumpul di atas.
Ia mengatakan, slogan-slogan itulah yang digunakan sehingga tawaran-tawaran yang muncul adalah radikalis, khilafah dan seterusnya.
Ini termasuk tawaran-tawaran ideologi sosialis yang dimanfaatkan dari kondisi gini ratio dan disparitas pembangunan Indonesia yang masih belum tersalurkan dengan baik.
"Inilah yang menjadi bahan bakar dan isu mereka. Di samping itu, polarisasi dan politik identitas, politisasi agama. Ini juga menjadi bahan dan simbol-simbol bagaimana propaganda terhadap intoleran ini," kata dia
"Maka tugas kita adalah meningkatkan kewaspadaan secara optimal guna menangkis berita-berita bohong, berita-berita hoaks," ucap Sutiaji.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/08/18150571/wali-kota-akui-temukan-bibit-radikalisme-hingga-komunisme-di-malang