Pasalnya, setelah lebih kurang dua bulan pencarian, cockpit voice recorder (CVR) yang merupakan bagian dari black box atau kotak hitam pesawat tersebut akhirnya ditemukan.
CVR ditemukan pada Selasa (30/3/2021) malam, tak jauh dari lokasi ditemukannya flight data recorder (FDR) milik Sriwijaya Air SJ 182.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penemuan CVR ini merupakan upaya untuk mendapatkan data-data yang lebih detail mengenai jatuhnya pesawat.
Data CVR nantinya akan melengkapi data-data yang sebelumnya telah diperoleh dari FDR pesawat.
Adapun, FDR sudah lebih dulu ditemukan tim pencarian pada 12 Januari 2021 lalu, tiga hari pasca-Sriwijaya Air SJ 182 terjatuh.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun telah menyampaikan laporan pendahuluan terkait penyebab jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 yang diperoleh dari rekaman FDR.
Laporan investigasi itu disampaikan KNKT pada 10 Februari 2021, usai menyelesaikan penelitian data FDR selama hampir satu bulan.
Untuk menyegarkan ingatan, berikut rangkuman hasil investigasi awal KNKT mengenai penyebab jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 berdasar rekaman FDR.
1. Throttle diduga bermasalah
Menurut investigasi KNKT, sebelum pesawat terjatuh, throttle atau tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri sempat bergerak mundur.
Kondisi ini terjadi saat pesawat berada di ketinggian 8.150 kaki dan 10.600 kaki.
Meski begitu, KNKT belum dapat menyimpulkan apakah kedua throttle pesawat mengalami kerusakan. Sebab, baik throttle kanan dan kiri sama-sama menunjukan ketidaknormalan atau anomali
Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo menjelaskan bahwa throttle sebelah kiri bergerak mundur terlalu jauh.
Di sisi lain, throttle sebelah kanan tidak bergerak dan terindikasi macet.
Dugaan kerusakaan throttle belum dapat disimpulkan sebab throttle tersambung dengan 13 komponen lain dalam bagian pesawat.
"Kami masih melakukan penyelidikan dari 13 komponen lain yang terkait dengan gerakan tuas tersebut," kata Nurcahyo dalam konferensi pers daring, 10 Februari 2021.
2. Komunikasi terakhir
KNKT mengungkap bahwa komunikasi terakhir antara Air Traffic Controller (ATC) dengan pilot Sriwijaya Air SJ 182 terjadi pada pukul 14.39.59 WIB.
Komunikasi terakhir terjadi ketika pilot menjawab ATC yang menginstruksikan agar Sriwijaya Air SJ 182 naik ke ketinggian 13.000 kaki.
"Ini adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot ATC di Bandara Soekarno-Hatta," kata Nurcahyo.
Menurut kronologi, Sriwijaya Air SJ 182 mulai tinggal landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada pukul 14.36 WIB menuju ke Bandara Supadio, Pontianak.
Pada pukul 14.38.51 WIB pilot meminta izin pada ATC untuk berbelok ke arah 75 derajat karena kondisi cuaca. Permintaan ini diizinkan oleh ATC.
Perubahan arah ini diperkirakan akan menyebabkan Sriwijaya Air SJ 182 bertemu dengan pesawat lain yang juga berangkat dari Soekarno-Hatta dengan tujuan sama. Oleh karenanya, pesawat diminta berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki.
Ketika melewati ketinggian 10.600 kaki pada pukul 14.39.47 WIB, pesawat berada pada arah 46 derajat dan mulai berbelok ke kiri.
Ketika itulah ATC memberi instruksi Sriwijaya Air SJ 182 naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab oleh pilot, yang ternyata menjadi komunikasi terakhir.
3. Tak lewati awan hujan
Sebelum terjatuh, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ternyata tidak melewati area awan hujan dan awan yang berpotensi menyebabkan guncangan.
Hal tersebut diungkapkan KNKT berdasar data cuaca yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Bahwa pesawat ini tidak melalui area dengan awan yang signifikan dan bukan area awan hujan, juga tidak berada in-cloud turbulance atau di dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan," kata Nurcahyo.
4. Sempat diperbaiki
Menurut KNKT, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sempat melakukan perbaikan setidaknya terhadap dua perangkat.
Pada 25 Desember 2020 tercatat bahwa petunjuk kecepatan (mach/airspeed indicator) Sriwijaya Air SJ 182 bagian kanan rusak. Atas kerusakan ini selanjutnya dilakukan perbaikan.
Kala itu, upaya perbaikan ternyata belum berhasil. Sehingga perbaikan dimasukkan dalam daftar deffered maintenance item (DMI) atau penundaan penerbangan kategori C.
Sesuai dengan minimum equipment list (MEL), DMI kategori C berarti perbaikan boleh ditunda sampai dengan 10 hari.
"Pada tanggal 4 Januari indikator kecepatan (mach/airspeed indicator) ini diganti dan hasilnya bagus sehingga DMI ditutup," ujar Nurcahyo.
Berikutnya, 3 Januari 2021 pilot melaporkan bahwa auto-throttle pesawat yang digerakkan secara otomatis tidak berfungsi.
Dilakukan perbaikan atas kerusakan tersebut dan sudah dinyatakan berhasil.
Kemudian, pada 4 Januari 2021 kerusakan yang sama kembali terjadi. Perbaikan kembali dilakukan.
Namun, perbaikan kedua kala itu belum berhasil, sehingga dimasukkan ke DMI.
"Tanggal 5 Januari 2021 dilakukan perbaikan dengan hasil baik dan DMI yang ditutup," ucap Nurcahyo.
Nurcahyo mengatakan, setelah tanggal 5 Januari tidak ada lagi catatan DMI di buku perawatan pesawat atau aircraft maintenance log hingga akhirnya pesawat mengalami kecelakaan pada 9 Januari 2021.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/01/05470001/mengingat-lagi-hasil-investigasi-awal-knkt-soal-penyebab-jatuhnya-sriwijaya