Menurut Adi, hal itu tampak dari berbagai isu tentang pemerintah yang terkesan tidak pernah selesai dan sering menunjukkan perbedaan pendapat antarlembaga pemerintah itu sendiri.
Adi mencontohkan isu yang belum selesai dibahas antara lain, seperti revisi UU ITE dan polemik kebijakan mengeluarkan limbah batu bara dari kategori berbahaya.
"Isu-isu itu belum diselesaikan pemerintah. Sekarang muncul lagi polemik soal kebijakan impor beras. Diperdebatkan pula antara lembaga-lembaga di bawah pemerintah. Maka, saya bilang ini menunjukkan kerja pemerintah yang tidak sistematis," kata Adi kepada Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Adi melanjutkan, polemik soal impor beras selalu terjadi dan berulang. Bahkan, ini sudah muncul sejak periode pertama Presiden Joko Widodo memerintah.
Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa ego sektoral lembaga-lembaga di bawah pemerintah masih terjadi.
"Ini kerja politik yang tidak sistematis dan ego sektoral yang akut. Penyakit negara ini yang tidak selesai," kata dia.
Adi berharap pemerintah menyelesaikan wacana ini dengan mendudukkan lembaga-lembaga yang terkait.
Jika ini dilakukan, argumentasi dan data milik lembaga mana yang memang valid dan benar soal ketersediaan beras.
"Pertemukan saja antara kementerian-kementerian terkait dengan Bulog. Lihat siapa yang punya argumentasi dan data yang benar. Pertemuan ini harus dilaksanakan dan diikuti Presiden sebagai penentu kebijakannya," tutur Adi.
Hal itu perlu dilakukan, menurut Adi, agar masyarakat tidak mengalami kebingungan dan opini publik tidak terpecah.
Polemik kebijakan impor beras, di sisi lain, jika tidak segera diselesaikan oleh pemerintah akan menunjukkan bahwa pemerintah saat ini tidak solid. Sebab, antarlembaga mempunyai pendapatnya masing-masing dan tidak sejalan.
"Masyarakat kan jadi bingung mau percaya siapa. Karena antarlembaga pemerintah beda-beda pendapatnya dan mengeklaim paling benar. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini tidak solid," kata dia.
Adi melihat bahwa penyelesaian polemik ini hanya bisa diambil oleh Presiden Jokowi.
"Saya lihat bahwa antarkementerian tidak bisa saling memengaruhi. Bulog mau teriak-teriak juga tidak didengarkan. Maka, Presiden harus berperan di sini. Karena saya lihat baik kementerian dan bulog hanya mau mendengarkan Jokowi," ujar dia.
Sebagai informasi, polemik tentang kebijakan impor 1 juta ton beras terjadi antarlembaga pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lufti menyatakan, kebijakan impor beras dilakukan karena penyerapan beras dari Perum Bulog memprihatinkan.
"Jadi Anda bisa tahu bagaimana rasanya hati saya. Kalau pengadaan Bulog di dalam masa panen ini berjalan baik, saya tidak masalah kita tidak impor selama stok Bulog mencapai satu juta," ungkap Lutfi dikutip dari Antara, Sabtu (20/3/2021).
Lutfi menerangkan bahwa impor beras akan digunakan sebagai cadangan beras pemerintah.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan bahwa pihaknya belum tentu melaksanakan impor 1 juta ton beras.
Buwas mengatakan bahwa saat ini prioritas Bulog adalah melakukan penyerapan beras dalam negeri.
Menurut Buwas, per 14 Maret 2021, cadangan beras Bulog sudah cukup, yakni dengan 883.585 ton.
Ia optimistis bahwa pada musim panen yang berjalan sepanjang Maret-April 2021, cadangan beras pemerintah akan mencapai lebih dari 1 juta ton.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/22/13371541/impor-beras-diprotes-pdi-p-pemerintahan-jokowi-dinilai-tak-sistematis