Muchtar Pakpahan meninggal karena menderita kanker. Hal itu itu disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (22/3/2021) pagi.
"Sekitar pukul 22.30 WIB, Bang Muchtar meninggal di RS Siloam Semanggi. Saat ini di rumah duka RSPAD Gatot Soebroto," ujar Timboel melalui pesan singkat.
Pria kelahiran Bah Jambi II, Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara 21 Desember 1953 ini mendirikan SBSI yang diketuainya pada 1992.
Tokoh lain yang terlibat pendirian SBSI antara lain Abdurrahman Wahid atau Gusdur, Sabam Sirait, Sukowaluyo. Mereka merupakan tokoh di antara 107 deklarator.
Muchtar Pakpahan merupakan sosok aktivis yang getol mengkritik rezim Orde Baru.
Ketika meraih gelar doktor hukum di Universitas Indonesia (UI) pada 1993, ia terpaksa harus berurusan dengan hukum.
Ini tak lepas dari disertasinya berjudul "Pelaksanaan Tugas dan Hak DPR Masa Kerja 1982-1987", yang pada intinya pemerintahan Orde Baru melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, dalam disertasi itu Muchtar Pakpahan menyorot bahwa sistem politik dan hukum, tata tertib DPR, kondisi anggota DPR, dan budaya politik yang ada tidak mendukung demokratisasi, malahan justru menghambatnya.
"Kepentingan rakyat seperti tercermin dalam kasus nyata masalah tanah atau buruh, tidak terartikulasikan efektif oleh DPR," kata Pakpahan saat mempertahankan disertasinya.
"Akibatnya muncullah pelbagai media baru LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang berhubungan erat dengan lembaga sosial dan hak asasi di luar negeri. Karena aspirasi rakyat baru terartikulasikan dan diperhatikan begitu muncul campur tangan dan tekanan dari luar negeri," tuturnya.
Dua hari setelah menerbitkan disertasi itu, pria yang biasa disapa Bang Muchtar ini dibawa ke Badan Intelijen ABRI (BIA) diminta mengubah isi disertasi karena dianggap membahayakan keselamatan negara.
Pada Januari 1994, Muchtar kemudian ditahan di Semarang, Agustus 1994 dipenjarakan di Medan dan bebas pada Mei 1995.
Disertasi itu kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul DPR RI Semasa Orde Baru (1994)
Namun, Muhctar kembali mendekam penjara pada 1996 di LP Cipinang. Ia keluar-masuk penjara akibat rangkaian disertasi yang selanjutnya terbit buku "Potret Negara Indonesia", yang isinya diperlukan reformasi sebagai alternatif revolusi.
Saat itu, Muchtar terancam hukuman mati karena melakukan subversi terhadap Presiden Soeharti.
Ketika Muchtar di penjara, lagu-lagu perjuangan dan lagu rohani tercipta dan hingga kini masih didendangkan. Total ada 25 lagu ciptaan Muchtar.
Pada 2003, Muchtar kemudian mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dan di partai tersebutlah ia menjadi ketua umum.
Muchtar mendirikan partai ini tak lepas akibat kekecewaannya terhadap teman-temannya yang duduk di DPR RI karena menyetujui outsourcing dan kontrak dimasukkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketika menjadi Ketua Umum PBSD, ia harus meninggalkan beberapa jabatan lainnya, yaitu sebagai Ketua Umum DPP SBSI, Governing Body ILO dan Wakil Presiden Konfederasi Buruh Sedunia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/22/10195151/profil-mendiang-muchtar-pakpahan-tokoh-buruh-yang-kerap-dipenjara-di-era