Salin Artikel

WAWANCARA KHUSUS: Cerita Pasien 01 soal Gejala Awal Covid-19 dan Tahu Usai Diumumkan Jokowi

Dan 2020 menghadirkan virus corona menjadi ancaman yang mengubah pandangan manusia akan banyak hal dalam kehidupan.

Penulis asal India Arundhati Roy memberikan gambaran apik soal ini. Kini kita mulai melihat berbagai benda dengan penuh curiga, bahwa gagang pintu hingga kardus kemasan dipenuhi gumpalan hidup tak terlihat, yang siap menempel di paru-paru. Hingga kemudian, membuat orang yang dihinggapinya kesulitan bernapas.

Dengan adanya ancaman Covid-19, rutinitas tak bisa lagi dilakukan tanpa kekhawatiran, dari saat kita pertama keluar rumah, naik kendaraan umum menuju kantor, hingga kembali ke rumah.

Bahkan, menurut penulis The God of Small Things (1997) itu, kegiatan bersenang-senang yang semestinya dilakukan untuk menghilangkan penat akibat rutinitas tak lagi terasa menyenangkan di tengah ancaman penyakit zoonosis tersebut.

Saat virus corona atau Covid-19, masih terasa begitu asing, kita hanya bisa berasumsi macam-macam. Gambaran dari video viral di media sosial malah menghasilkan distorsi dan disinformasi.

Misalnya, kita menganggap orang yang mengidap Covid-19 bisa langsung jatuh tiba-tiba di tengah jalan, meskipun sebelumnya terlihat normal.

Gambaran soal virus corona seperti itu pun sempat dimiliki Sita Tyasutami, pasien pertama Covid-19 di Indonesia.

Saat merasakan gejala penyakit itu, tak pernah terbayangkan di benak Sita bahwa virus corona sudah mulai membentuk koloni di tubuhnya. Sebenarnya, kecurigaan itu muncul saat demam dan sakit yang dirasakannya memasuki hari kesepuluh. Tapi, pikiran itu dibuang jauh-jauh. 

"Waktu itu aku mikir jangan-jangan kena corona. Tapi enggak mungkin, saat itu kan mikirnya, karena video-video yang beredar online itu kan kayak di Wuhan, orang-orang lagi jalan di pinggir jalan, tiba-tiba pingsan, meninggal," ujar Sita, dalam wawancara khusus dengan Kompas.com, tepat setahun setelah diumumkannya kasus perdana, Selasa (2/3/2021).

Meski begitu, kecurigaan itu terbukti pelan-pelan. Ini bermula ketika dia bersama ibunya yang juga mengidap penyakit yang sama dan dikenal sebagai Pasien 02, Maria Darmaningsih, meminta rumah sakit untuk melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) untuk memastikan apakah mereka mengidap Covid-19.

Permintaan dilakukan karena sejumlah kerabat yang tinggal di Eropa menyarankan mereka untuk melakukan tes, setelah mengetahui gejala penyakit yang dialami Sita dan ibunya.

Dokter dan rumah sakit tidak langsung memenuhi keinginan Sita dan ibunya. Hingga kemudian, sikap ini berubah ketika Sita melaporkan bahwa dia pernah kontak dekat dengan warga negara asing yang dipastikan mengidap Covid-19. Informasi ini dia dapatkan setelah diberi tahu oleh temannya di Malaysia.

Namun, mereka tidak diberi tahu oleh dokter atau pihak rumah sakit, melainkan dari rentetan pertanyaan teman, kerabat, hingga wartawan melalui aplikasi pesan dan media sosial, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya pasien perdana Covid-19 pada 2 Maret 2020.

Di tengah kesibukannya menyusun tesis program MBA-nya, Sita Tyasutami menyempatkan diri mengisahkan pengalamannya kepada Kompas.com saat dia mengalami gejala hingga akhirnya tahu mengidap Covid-19.    

Sita juga berbagi optimismenya bahwa Indonesia bisa melalui pandemi ini dengan kebersamaan dan gotong royong, serta patuh terhadap protokol kesehatan.

Kondisi Sita dan ibunya, juga sang kakak yang menjadi Pasien 03 Ratri Anindya, juga memperlihatkan bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang bisa disembuhkan.

Virus corona juga bukanlah monster mengerikan yang membuat orang tiba-tiba jatuh di tengah jalan layaknya tayangan video viral di media sosial.

Meskipun, kita semua perlu waspada mengingat sudah begitu banyak pasien meninggal setelah tubuhnya menjadi inang virus corona, terutama bagi yang mengidap komorbid atau penyakit peserta.  

Berikut penuturannya:

Kasus Covid-19 sudah berjalan setahun sejak Presiden Jokowi mengumumkan kasus perdana. Kita kemudian tahu bahwa Pasien 01 adalah Sita. Sebagai Pasien 01, ada yang ingin disampaikan terlebih dulu untuk membangun optimisme melawan pandemi?

Kami sekeluarga turut prihatin dengan kasus yang semakin banyak tetapi aku percaya bahwa kita bisa melalui semua ini. Apalagi sekarang kan vaksin juga sudah sampai di Indonesia sejak Januari, kalau enggak salah.

Menurut aku hebat banget sih Pemerintah Indonesia bisa menyediakan vaksin sebanyak itu gratis untuk rakyatnya. Aku yakin vaksin itu sebagai salah satu cara kita bisa menghadapi pandemi.

Meskipun sangat disayangkan masih ada orang yang percaya ini konspirasi, enggak percaya dan enggak mau pakai masker, bikin masalah, memviralkan ini itu.

Aku yakin banyak juga orang yang taat protokol kesehatan. Dengan kebersamaan dan kembali ke gotong royong kita, aku yakin kita bisa melalui ini semua.

Saat kasus perdana muncul, kita bisa dibilang masih buta soal Covid-19, termasuk soal gejala. Apa yang sebenarnya Sita rasakan saat itu, gejalanya seperti apa?

Aku ingat, 16 Februari itu kan hari Minggu. Itu aku sudah mulai tenggorokan sakit, tapi gatal, pokoknya badan sudah minta Istirahat. Tanggal 17, Senin, itu tuh aku tidur sudah gelisah banget dan langsung panas tinggi, dan batuk kering nonstop

Bangun bangun aku vertigo, joint pain, ngilu seluruh badan kayak remuk. Badanku jadi benar-benar kayak langsung drop, dalam semalam bahkan.

Aku ingat banget saat itu bukan kehilangan penciuman tapi justru terlalu tajam. Aku delivery makanan kuah, soto ayam, apa pun, begitu aku buka makanannya, cium baunya tuh langsung muntah, karena enggak tahan baunya tajam.

Terus aku mulai diare juga dan muntah, keringat dingin yang luar biasa. Sehari bisa ganti baju 3-4 kali. Keringat dingin dan basah banget.

Rabu tanggal 19, aku ke klinik dekat kost waktu itu di Kemang. Dibilangnya flu, jadi dikasih antibiotik. Antibiotik habis di hari Jumat, kok masih saja, jadi aku tes darah di rumah sakit di Depok, karena pas aku pulang ke rumah di Depok.

Waktu itu aku mikir jangan-jangan kena corona. Tapi enggak mungkin, saat itu kan mikirnya begitu, karena video-video yang beredar online itu kan kayak di Wuhan, orang-orang lagi jalan di pinggir jalan, tiba-tiba pingsan, meninggal.

Aku pikir ah ini kayaknya flu biasa, karena memang aku sering sakit jadi emang aku kalau flu itu selalu vertigo. Cuma waktu itu kok sampai 10 hari, demamnya juga sampai 38,5 derajat terus-terusan.

Akhirnya 27 Februari itu ke rumah sakit bareng Ibu (Maria Darmaningsih, Pasien 02), karena Ibu juga drop juga saat itu dan diagnosisnya aku pneumonia dan ibu typus, dirawat.

Saat itu aku memang sudah minta untuk dites Covid karena ada keluarga di Austria. Saat itu kan di Eropa sudah lumayan parah ya, Cuma pas aku minta tes memang ditolak dengan alasan ini enggak mengarah ke situ kok, jadi enggak perlu.

Saat itu hanya RSPI Sulianti Saroso dan RSPAD Gatot Subroto, sama RS Persahabatan yang ada tes PCR-nya. Gejalanya seperti itu.

Nah, waktu aku dapat kabar dari temanku bahwa ada WNA yang di restoran yang sama dua hari berturut-turut dengan aku dan baru tanggal 26 Februari confirm positif Covid. Begitu aku bilang ke dokternya, baru aku kemudian ditransfer ke RSPI Sulianti Saroso sama ibu.

Jadi bagaimana proses kontak dengan WNA yang Covid-19 itu? Ada acara apa?

Karena kan aku baru masuk rumah sakit awal 27 Februari, nah 28 Februari itu aku ditelepon sama teman-teman di Malaysia. Jadi memang kami ada komunitas dansa, pas lagi ada acara Valentine 14 Februari.

Jadi ada event, dan WNA ini tinggal di Malaysia, ke Jakarta. Dia juga ada di dua restoran tempat aku juga di situ dua hari berturut-turut.

Jadi temanku memang menelepon, bilang: Sita ini tanggal 26 (Februari) orang ini sudah konfirmasi positif, sudah tracing dan dilihat dia habis dari restoran yang sama. Jadi itu kan tanggal 28, nah baru tanggal 29 malam itu aku bilang ke dokter kalau ada di ruangan yang sama, dua hari berturut-turut, jadi baiknya dites.

Nah itu langsung proses seharian, 1 Maret. Hari Minggu itu aku sama ibu ditransfer ke RSPI Sulianti Saroso, langsung masuk ruang isolasi. Paginya, 1 Maret itu langsung dites darah, swab test dan segala macam.

Saat berada di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, apa yang dipikirkan saat itu?

Nah begitu masuk RSPI Sulianti Saroso, aku inget banget sama ibu kami teleponan, karena langsung dipisah isolasinya. Pastinya lumayan stres, tertekan karena baru kali itu diperlakukan, diurus dengan baju APD, kayak lagi di film-film nih.

Wah itu stres banget sih, kami sampe berpikir ini semua benar enggak, sih. Terus masuk ruang isolasi pertama kali, sendiri teleponan. Kami yakin kok negatif, positive thinking pasti negatif, Selasa keluar. Tiba-tiba yang keluar (hasilnya) positif.

Apa yang terjadi setelah tahu positif?

Nah waktu Senin itu aku juga cuma batuk, cuma kan kemudian muncul hujatan netizen dan ada di media, beredar distorsi berita yang sangat parah, yang ngaco banget, akhirnya semua gejala-gejala yang sudah hilang itu balik lagi. Jadi kayaknya karena aku merasa histeris saat itu, semuanya balik lagi, dan aku jadi malah enggak bisa napas.

Jadi karena satu Indonesia tahu nih, aku inget banget, 2 Maret itu tiba-tiba WhatsApp dan DM-ku ratusan. Saat itu aku masih belum tahu kalau positif, tapi orang-orang tanya: “Sita, aku dapat kabar ini, ini lo sama ibu kan?”

Aku diam saja, enggak ada yang aku balas satu pun. Terus ada yang menyebar foto aku di grup, baru kemudian aku menanggapi itu. Pada saat itu teman-temanku tuh mungkin enggak tega ya kalau fotoku beredar.

Support itu kan berpengaruh banget ya. Saat itu keluarga kasih perhatian luar biasa, teman-teman juga, kolega, banyak banget.

Kembali ke 2 Maret, ketika Presiden Jokowi mengumumkan ada Pasien 01 dan 02, walaupun waktu itu tidak disebut identitasnya, tapi waktu itu Sita sudah tahu kalau positif Covid-19?

Enggak. Itu lucu banget sih, sekarang aku bisa ketawa, dulu stres. Aku kan penakut banget, aku takut ke rumah sakit. Aku takut tidur di ruang baru sendirian. Jadi memang lampu selalu menyala dan TV menyala, biar ada suara terus.

Hari itu aku inget banget, terus-terusan (ada kabar) Kasus 01, Kasus 02 di RSPI Sulianti Saroso. Nah waktu aku datang 1 Maret, ada pasien-pasien lain di ruang isolasi.

Jadi pas Jokowi ngomong itu, awalnya aku berpikir, “Oh mungkin bukan gue, kan ada yang lain”. Tapi saat itu sudah bombardir semua, WhatsApp dan DM Instagram. Entah gimana jurnalis banyak yang dapat nomor aku langsung hubungi minta wawancara saat itu juga.

Setelah itu ada suster perawat masuk. Aku tanya, “Suster, ini di RSPI ada siapa lagi selain aku sama ibu?”. Dia bilang, “Enggak ada, cuma Mbak doang sama ibunya”.

Loh, berarti ini Jokowi ngomongin aku sama ibu dong, berarti kami yang positif. Aku ingat banget ya rumah sakit juga bingung saat itu.

Karena ya, ini kan pandemi, sekarang sih aku mengerti. Saat itu memang kayak wow, shock banget.

Karena pandemi, yang biasanya kalau negatif dari Litbangkes dikirim email ke rumah sakit, kalau negatif boleh pulang, begitu kan?

Nah, pas positif itu karena pertama kali panik nasional jadi jalurnya langsung ke Kementerian Kesehatan langsung ke Presiden. Karena ini pandemi jadi berpengaruh ke keamanan dan ekonomi sosial seluruh Indonesia kan ya.

Jadi bahkan rumah sakit itu juga enggak tahu saat itu. Jadi waktu itu tentunya sangat membingungkan banget, tapi karena aku tahunya begitu.

https://nasional.kompas.com/read/2021/03/10/05290051/wawancara-khusus-cerita-pasien-01-soal-gejala-awal-covid-19-dan-tahu-usai

Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke