JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI meminta Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait Jalan Tol mengakomodasi aspirasi publik.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan RPP Tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Anggota Ombudsman Hery Susanto mengatakan, RPP itu akan menuai protes dan gugatan jika dalam penyusunannya bertentangan dengan prinsip pelayanan publik.
“Pada gilirannya, hal itu juga akan mendorong adanya laporan pengaduan masyarakat melalui Ombudsman RI dalam kaitannya dengan praktik malaadministrasi di substansi penyelenggaraan layanan jalan tol,” kata Hery, dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (7/3/2021).
Hery menyebut, ada beberapa pokok pikirannya yang harus diperhatikan mengenai beleid aturan tersebut.
Pertama, perlu dijelaskan pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal dalam RPP tersebut. Pasal-pasal mana yang dihapus, diubah maupun ditambah dengan menyesuaikan pada UU Cipta Kerja.
Kedua, jalan tol merupakan barang publik atau public goods yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi atau quasi goods yang erat kaitannya dengan pelayanan publik.
Ketiga, esensi dari UU Nomor 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul RPP Tentang Jalan Tol.
“RPP ini harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban,” kata Hery.
Keempat, Hery menyebut sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi.
Misalnya, ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol yang belum nyaman bagi pengguna.
Apalagi, kemacetan yang semakin sulit diatasi dan kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar.
“Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap," kata Hery.
"Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi,” ucap dia.
Oleh karena itu, menurut Hery, kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun, perlu dikritisi lebih lanjut.
“Pemerintah tidak fair karena SPM (Standar Pelayanan Minimal) tidak terpenuhi. Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan naik setiap dua tahun,” ujar Hery.
Kelima, Hery memberikan masukan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/08/07002211/ombudsman-minta-rpp-jalan-tol-mengakomodasi-aspirasi-publik