JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah muncul sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 silam.
Setelah 10 tahun berlalu, saat ini pemerintah melalui DPR mulai menunjukan sinyal untuk melakukan pengesahan pada RUU tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Simbolinggi meminta pemerintah segera memberikan kepastian hukum untuk masyarakat adat.
Ia menyebut kepastian hukum juga dibutuhkan masyarakat adat yang telah berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Peran Masyarakat Adat
Berdasarkan data penelitian AMAN sejak tahun 2018 diketahui bahwa nilai ekonomi di wilayah adat lebih tinggi ketimbang produk domestik regional bruto (PDRB) Pemerintah Daerah.
Rukka mencontohkan data yang ia temukan pada komunitas adat Moi Kelim, Papua Barat. Gabungan nilai ekonomi produk sumber daya alam (SDA) dan jasa lingkungan komunitas adat Moi Kelim, Desa Malaumkarta, mencapai Rp 156,39 miliar per tahun.
Angka itu didapatkan dari gabungan nilai produk SDA berupa kayu, matoa, buah-buahan, umbi-umbian, hasil laut, dan lainnya sebesar Rp 7,96 triliun per tahun ditambah dengan nilai jasa lingkungan sebesar Rp 148,43 triliaun setiap tahun.
“Ini adalah nilai ekonomi yang kita hitung hanya di permukaan. Dihitung dari sumber daya alam yang diakses langsung oleh masyarakat adat yaitu produk SDA dan jasa lingkungan,” sebut Rukka dalam diskusi daring bertajuk Urgensi UU Masyarakat Adat dalam Perspektif Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan, Kamis (25/2/2021).
Menurut Rukka, pengesahan RUU Masyarakat Adat akan berpengaruh untuk menekan timbulnya konflik, dan terjaganya lingkungan alam dari pencemaran.
Kerusakan lingkungan, lanjut Rukka, akan terjadi jika pemerintah tidak melakukan perlindungan pada masyarakat adat, dan terus menggunakan pendekatan industri ekstraktif.
Ia juga meminta pandangan pemerintah bahwa investasi hanya berasal dari korporasi besar dikurangi.
Momentum yang tepat
Masa Pandemi Covid-19 dinilai menjadi momentum yang tepat untuk pemerintah memperjuangkan aspirasi masyarakat adat.
Menurut politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko, selama masa pandemi pembangunan dilakukan dengan lebih memperhatikan lingkungan hidup atau elemen ekologis.
Ia mengatakan praktik pembangunan dengan memperhatikan lingkungan telah menjadi budaya yang dilakukan selama ratusan tahun oleh masyarakat adat.
“Dengan memperkuat posisi masyarakat adat diharapkan proses pembangunan ke depan lebih memperhatikan soal ekologis dan partisipasi dari kelompok masyarakat adat,” kata Budiman.
Dukungan dari DPR
RUU Masyarakat Adat saat ini sudah menjadi salah satu RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ibnu Multazam yang meminta semua pihak mengawal RUU Masyarakat adat dengan memberikan banyak masukan pada DPR hingga dapat mengesahkannya menjadi undang-undang.
Secara pribadi Ibnu menegaskan mendukung pembahasan RUU Masyarakat Adat. Namun demikian, ia mengatakan, masih ada beberapa pasal dalam RUU tersebut yang perlu disesuaikan dengan UU lainnya.
“Misalnya UU Kehutanan, UU Agraria dan UU Minerba. Itu ada beberapa yang perlu disesuaikan. Tapi nanti kan di dalam pembahasan itu bisa kita lakukan,” paparnya.
Dukungan untuk mengesahkan UU Masyarakat adat juga muncul dari Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang mengatakan bahwa negara harus mengakui dan menghormati hak-hak-hak masyarakat adat.
Menurut Muhaimin, kontribusi masyarakat adat juga nampak pada aspek ekonomi yang terdampak akibat pandemi Covid-19.
“Maka yang harus kita lakukan adalah terus meyakinkan bahwa kontribusi itu signifikan. Apalagi di tengah masa pandemi yang semua kegiatan ekonomi tidak bisa memberikan jawab. Krisis atau resesi ekonomi seharusnya menyadarkan kita bahwa kontribusi kekuatan riil yang nyata adalah masyarakat adat,” tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/26/06251311/menilik-alasan-pentingnya-pemerintah-mengesahkan-ruu-masyarakat-adat