"Pertama, tidak adanya keterlibatan pihak independen yang dapat melihat implikasi UU ITE pada pelanggaran hak-hak asasi warga," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Selasa (23/2/2021).
Adapun susunan dan anggota Tim Kajian UU ITE terdiri dari tim pengarah dan tim pelaksana.
Tim pengarah terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Sedangkan, tim pelaksana sendiri dikomandoi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemneko Polhukam, Sugeng Purnomo.
Tim ini resmi beroperasi sejak keputusan tersebut dibuat, yakni pada hari ini Senin (22/2/2021) hingga dua bulan ke depan.
Adapun pihak independen yang dimaksud Isnur, misalnya Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Menurut Isnur, peran Komnas HAM sangat dibutuhkan karena selama ini aktif menerima aduan terkait pelanggaran pasal karet UU ITE.
Di samping itu, Isnur mengatakan, tidak dilibatkannya pihak independen juga dikhawatirkan akan melanggengkan adanya pasal-pasal karet.
Dengan begitu, Tim Kajian UU ITE diyakini akan berat sebelah dalam melakukan kajian.
"Terutama menitikberatkan pada aspek legalistik formal dan mengabaikan/menutupi adanya situasi ketidakadilan yang selama ini timbul akibat diberlakukannya pasal-pasal karet di dalam UU ITE," ucap Isnur.
Isnur menambahkan, alasan kedua pembentukan tersebut tidak akan efektif.
Sebab, Tim Kajian UU ITE justru dipimpin orang yang selama ini dinilai berpotensi menghambat upaya revisi dan tidak memiliki komitmen untuk memperbaiki demokrasi.
Ia menegaskan, komposisi Tim Kajian UU ITE tersebut memberi pesan, bahwa pemerintah tidak serius dalam menjalankan arahan Presiden Joko Widodo untuk menelaah potensi ketidakadilan dalam UU ITE.
"Sulit rasanya bagi masyarakat sipil untuk berharap banyak pada Tim Kajian UU ITE dapat menemukan kajian ketidakadilan dalam UU ITE jika melihat komposisinya yang tidak seimbang dan lebih banyak dari pihak pemerintah saja," kata dia.
Adapun koalisi masyarakat sipil terdiri dari LBH Pers, SAFEnet, YLBHI, ICJR, IJRS, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Greenpeace Indonesia, Kontras, Amnesty International Indonesia, PUSKAPA UI, Imparsial, AJI Indonesia, PBHI, Rumah Cemara, Koalisi Perempuan Indonesia, ICW, LeIpP, dan WALHI.
Pembentukan tim ini tertuang dalam Keputusan Menko Polhukam (Kepmenko Polhukam) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertanggal 22 Februari 2021.
Tim Kajian UU ITE ini bertugas untuk mendiskusikan aturan yang selama ini dianggap mengandung pasal karet (haatzai artikelen), baik dari sisi implementasi maupun substansinya.
Tim ini akan melakukan kajian selama dua hingga tiga bulan ke depan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/23/14453661/tak-libatkan-pihak-independen-tim-kajian-uu-ite-diyakini-tak-buahkan-hasil