Berdasarkan laporan yang diterimanya, kata dia, terdapat dua orang anak yang dibawa ibunya ke penjara.
Sang ibu di penjara karena melempar atap pabrik tembakau yang dilaporkan oleh pemilik pabrik tersebut.
"Kami sudah koordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi NTB dan pagi ini menghadap ke pengadilan negeri (PN) Lombok Tengah mewakili Gubernur untuk mendapatkan penangguhan penahanannya," kata Nahar kepada Kompas.com, Senin (22/2/2021).
Nahar mengatakan, dua orang anak tersebut dibawa ke penjara karena mereka masih menyusui sehingga tidak bisa dipisahkan dari ibunya.
Oleh karena itu, pihaknya pun mengusulkan penangguhan penanganan agar ibu dari anak-anak tersebut bisa tetap mengasuh anaknya di luar lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Usulan penangguhan penahanan dari Dinas PPPA Provinsi NTB dan Dinas PPPA Kabupaten Lombok Tengah serta dari pihak keluarga," kata dia.
Selain itu, pihaknya juga mengoordinasikan dengan pihak terkait untuk memastikan agar hak asuh anak tidak diabaikan dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Termasuk juga mengupayakan dan mendorong agar kasus tersebut segera disidangkan di PN Lombok Tengah.
Diberitakan sebelumnya, empat orang ibu rumah tangga di Desa Wajangeseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, NTB ditangkap polisi usai melempar pabrik tembakau milik Suhardi.
Mereka adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Hulyiah (40), dan Fatimah (49).
Keempatnya ditangkap setelah dilaporkan Suhardi ke polisi pada 26 Desember 2020 lalu.
Atas perbuatannya, mereka sudah mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Praya Lombok Tengah sejak Rabu (17/2/2021).
Dua dari empat ibu yang ditahan bahkan membawa serta balitanya ke Rutan Praya.
Agustino (23) suami dari Martini mengatakan, alasan istrinya melempar pabrik tembakau itu karena marah dengan bau yang menyengat dari pabrik tersebut.
Akibat bau itu, membuat anak-anaknya kerap sesak napas.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/22/12193221/balita-dibawa-ibunya-ke-penjara-kementerian-pppa-usulkan-penangguhan