Indeks demokrasi Indonesia, kata Syaikhu, mengalami penurunan dengan skor 6,3 yang menjadikan skor terendah sejak 14 tahun terakhir.
“Yang membuat kita sedih adalah Indonesia masuk dalam kategori cacat demokrasi,” kata Syaikhu dalam acara Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi PKS DPR RI, Jumat (12/1/2021).
Selain itu, Syaikhu menyebut, kebebasan sipil di Indonesia menjadi salah satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu 5,59.
“Data tersebut tidak bisa dipungkiri jika kita bersama-sama merefleksikan bagaimana proses demokrasi berjalan di negara kita akhir-akhir ini,” ucap dia.
Syaikhu mengatakan, setidaknya ada empat catatan krusial tentang penyelanggaraan demokrasi di Indonesia yang terdiri aspek partisipasi publik, kebebasan sipil, jaminan atas hak asasi manusia, dan penegakan hukum.
Pada aspek pastisipasi publik, menurut Syaikhu, banyak pihak menilai partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan menjadi sangat tergerus.
“Misalnya yang paling nyata dan mencolok tampak saat perumusan RUU Cipta Kerja, publik mayoritas merasa tidak dilibatkan secara penuh dalam proses perumusan,” kata Syaikhu.
Berbagai aksi demonstrasi dari rakyat, kata dia, seolah-olah hanya dianggap angin lalu oleh pemangku kebijakan.
Padahal, menurut Syaikhu, partisipasi publik sangat penting dibutuhkan dalam rangka menciptakan good governance.
Kemudian, pada aspek kebebasan sipil, lanjut Syaikhu, berdasarkan data Kontras, kebebasan sipil di Indonesia semakin terancam.
Data Kontras yang dirilis tahun 2020 yang lalu, kata dia, menunjukkan bahwa sepanjang satu tahun terakhir, telah terjadi 158 kasus terkait pelanggaran, pembatasan dan serangan terhadap kebabasan sipil yang meliputi hak asosiasi, hak berkumpul, dan hak berekspresi.
Padahal, menurut Syaikhu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 28 e Ayat 3 telah memberikan jaminnan bagi kebabasan sipil.
Lebih lanjut, Syaikut mengatakan, pada aspek jaminan atas hak asasi manusia juga mengalami krisis.
Ia menyebut, telah terjadi intimidasi pada mahasiswa, jurnalis, dan aktivis yang mencoba menyampaikan kritik terhadap pemerintah.
“Termasuk kasus penembakan terhadap laskar FPI yang dinilai oleh banyak pihak salah satunya adalah Amnesty International sebagai tindakan extrajudicial killings yang melanggar hak asasi manusia,” kata Syaikhu.
Sementara itu, menurut Komnas HAM, terdapat pelanggaran HAM dalam penembakan 4 anggota laskar FPI.
Komnas HAM menyebut penembakan itu sebagai "unlawfull killing".
Terakhir, mantan Wali Kota Bekasi ini mengatakan, penegakan hukum hari ini seolah hukum begitu runcing kepada rakyat kecil dan mereka yang kritis kepada kekuasaan dengan berbagai tuduhan.
Namun, kata dia, begitu tumpul kepada mereka yang sebenarnya telah justru menjadi penjahat negara.
“Sampai hari ini kita masih mempertanyakan tindak lanjut kasus Harun Masiku, Djoko Tjandra, proses penembakan hukum dalam kasus penembakan 6 laskar FPI serta kasus mereka yang jelas-jelas melakukan ujaran kebencian, provokatif, bahkan ucapan rasial seolah ini kebal hukum,” kata Syaikhu.
“Padahal substansi demokrasi adalah terwujudnya rasa keadilan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/12/18083761/bicara-soal-indeks-demokrasi-indonesia-syaikhu-singgung-kasus-fpi-dan