Menurutnya, praktik politik dinasti dapat mengancam konsolidasi demokrasi di tingkat lokal sekaligus melemahkan institusionalisasi partai politik.
Itu karena mengemukanya pendekatan personal ketimbang kelembagaan.
"Akibatnya, rekrutmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang melalui oligarki," ujar Agus dalam seminar "Kekuatan Parpol dan Warna Politik dalam Pilkada Serentak 9 Desember 2020", Kamis (11/2/2021), dikutip dari lemhanas.go.id.
Selain itu, Agus mencatat, ada fenomena lain yang masih menjadi pekerjaan rumah, yakni masih eksisnya praktik politik uang.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, terdapat 104 dugaan politik uang pada Pilkada 2020 yang tersebar di 19 provinsi.
Menurutnya, politik uang yang dilakukan terus-menerus akan merusak budaya demokrasi Indonesia.
Jika praktik politik uang terus berjalan, dikhawatirkan akan memengaruhi masyarakat untuk memilih secara emosional dan kesenangan sesaat.
"Hanya berdasarkan kepentingan jangka pendek. Tidak melihat visi-misi pembangunan jangka panjang," terang dia.
Kendati banyak catatan negatif terhadap pelaksanaan pilkada serentak, Agus menekankan pentingnya tetap percaya kepada proses demokrasi.
"Memang perlu ada perbaikan tapi demokrasi tetap harus dirawat. Apalagi belum ada sistem lain yang terbukti lebih baik," imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/11/21512401/gubernur-lemhanas-sebut-politik-dinasti-ancam-konsolidasi-demokrasi