Salin Artikel

Korupsi dan Darurat Demokrasi

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merosot dari skor 40 (skala 0-100) pada 2019 menjadi 37 pada 2020. Rasa-rasanya sulit sekali untuk membersihkan, atau paling tidak meminimalisasi korupsi di negeri ini.

Jumlah pengungkapan kasus korupsi terus meningkat, dengan modus dan jenis pelaku kian beragam.

Tampaknya, korupsi di Indonesia telah menjadi penyakit kanker kronis yang sulit untuk disembuhkan. Menggerogoti kepercayaan warga negara dalam demokrasi, meniadakan naluri dan akal sehat.

Kegelisahan yang diungkap oleh profesor sejarah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo dalam kolom di Kompas menjadi kegundahan kita semua.

Bagaimana tidak, di saat yang bersamaan skor Indonesia yang disusun The Economist Intelligence Unit (EIU) ikut merosot. Dalam laporan EIU menunjukkan bahwa secara global, indeks demokrasi dunia menurun dibandingkan pada 2019.

Skor Indeks Demokrasi Global 2020 menyentuh angka 5,37 dari indeks sebelumnya 5,44. Indonesia berada di peringkat ke-64 dengan skor 6,3. Padahal, tahun 2019, skor Indonesia 6,48.

Skor Indeks Demokrasi Indonesia terendah dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia berada di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. Indonesia masuk dalam kategori negara dengan demokrasi cacat (flawed democracy).

Indonesia masih menyimpan problematika yang cukup kompleks soal budaya politik yang buruk, rendahnya partisipasi politik, hingga masalah dalam fungsi-fungsi pemerintahan.

Permasalahan inilah yang pada akhirnya menyuburkan praktik korupsi dan melanggengkan oligarki. Kondisi ini tentu tidaklah baik-baik saja. Indonesia berada pada titik situasi darurat demokrasi.

Hilangnya adab politik

Instrumen administrasi, aspek politik dan penegakan hukum menjadi masalah krusial dan menggerus integritas serta komitmen bernegara.

Kasus korupsi perizinan, yang dilakukan oleh Wali Kota Cimahi pada 28 November lalu, dalam kasus dugaan suap terkait perizinan rumah sakit menjadi potret yang cukup nyata betapa sistem perizinan daring (online) dan terintegrasi masih dipandang belum efektif.

Laporan Transparency International dalam Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menyebut Indonesia sebagai negara dengan tingkat suap dalam layanan publik tertinggi ketiga di Asia setelah India dan Kamboja.

Di sektor politik, tingkat politik uang (vote buying) dalam pemilu juga sangat tinggi, sebesar 26 persen, hampir dua kali lipat dari rata-rata negara di Asia (14 persen) dan menempatkan lembaga politik (parlemen) sebagai lembaga paling korup di Indonesia.

Ditambah lagi, kerja pemerintah juga mengalami stagnansi bahkan degradasi dalam memberantas korupsi.

Ini adalah impact dari politik legislasi pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi. Sehingga wajar tatkala politikus, pejabat kepala daerah dan korupsi menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Jika diibaratkan ini adalah lingkaran setan yang tak bertepi dan berujung. Indonesia menjadi "surga" bagi koruptor. Alih-alih memperlihatkan perkembangan yang lebih baik, yang terjadi justru malah semakin menjadi-jadi.

Semakin banyak yang terkena operasi tangkap tangan KPK, koruptor semakin tumbuh subur. Korupsi terus bermutasi dan beregenerasi menjadi kader koruptor yang ulung (Subhan, 2019).

Partisipasi publik dalam pemilu (pilkada, pileg, dan pilpres) semakin tidak mencirikan semangat kebebasan yang penuh harapan, melainkan kebebasan yang ngotot ingin memperoleh kekuasaan dengan cara apa pun.

Ketika para elite sangat korup, mereka tidak benar-benar peduli dengan publik, atau bahkan negara mereka (Venard, 2019). Fakta ini menunjukkan telah hilangnya adab dalam berpolitik.

Bahkan tatkala korupsi diakui sebagai kejahatan luar biasa, tetapi negara tidak mencerminkan suasana darurat. Korupsi bahkan dianggap hal yang biasa.

Hal ini semakin meneguhkan Indonesia sebagai banalisasi korupsi. Begitu tersandung kasus korupsi, pejabat bersangkutan mundur dari jabatan politik.

Ketika korupsi dilakukan secara berjamaah, maka para pejabat pun beramai-ramai melindungi para koruptor. Politisi tidak merasa malu dan menyesal ketika ketahuan.

Sangat ironis dalam situasi krisis ekonomi, kesehatan dan serba susah akibat pandemi Covid-19, masih ada politisi yang memanfaatkan dana bantuan sosial untuk kepentingan pribadi. Entah disimpan dimata hati dan nuraninya.

Pembenahan serius

Kejahatan yang luar biasa harus dilawan dengan cara yang luar biasa pula. Korupsi telah masuk dalam titik kritis demokrasi. Hal ini harus dilakukan pembenahan secara serius.

Korupsi tidak hanya cukup diberantas dengan hukum konvensional, tetapi juga perlu terobosan kebijakan dan tindakan politik (Azra, 2021).

Perbaikan demokrasi harus beriringan dengan pemberantasan korupsi. Pemerintah, DPR dan elite politik harus punya kepekaan tinggi dan political will.

Usaha untuk memberantas korupsi jangan hanya menjadi wacana belaka dalam visi misi kepemimpinan saja tapi faktanya membiarkan atau bahkan melindungi para koruptor tumbuh subur di negeri ini.

Bentuk keseriusan tersebut semestinya dapat ditunjukkan dengan kebijakan konkrit berupa penguatan regulasi.

Jangan ada ampun untuk para pelaku korupsi dinegeri ini. Hukuman perlu diperberat. Presiden harus segera berani mengambil tindakan dengan cepat dan tepat untuk kemaslahatan negeri ini. Tidak bermain di wilayah abu-abu yang semakin membingungkan masyarakat sipil.

Presiden semestinya mampu menjadi legacy di akhir masa kepemimpinannya. Berikan kinerja yang terbaik untuk rakyat.

Selain itu, penguatan komitmen juga perlu dilakukan oleh partai politik. Maraknya kasus korupsi yang terjadi mengindikasikan bahwa sistem kepartaian, rekrutmen dan pendanaan belum memiliki pengaruh yang signifikan.

Malah, kasus suap yang selama ini bergeming terjadi, yang menjadi aktor utamanya adalah dari kader partai politik. Pembenahan partai politik adalah keniscayaan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik menyatakan bahwa partai politik harus melakukan pemetaan pada dua hal. Pertama, membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terwujud budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi.

Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem perkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.

Kedua, memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi terhadap negara maupun fungsi terhadap rakyat melalui pendidikan politik, perkaderan dan rekrutmen calon yang efektif untuk menghasilkan kader-kader pemimpin yang memiliki integritas dan kemampuan di bidang politik yang mumpuni.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/11/06414991/korupsi-dan-darurat-demokrasi

Terkini Lainnya

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke