JAKARTA, KOMPAS.com – Naiknya harga kedelai di awal tahun 2021 sempat membuat tahu dan tempe menghilang dari peredaran. Padahal, tahu dan tempe merupakan panganan yang hampir selalu disantap seluruh masyarakat Indonesia.
Imbasnya, sejumlah pedagang gorengan di Jakarta selama beberapa hari ini tak menjual tahu dan tempe lantaran barangnya tak ada di pasar. Kalaupun ada, harganya sangat mahal.
"Sedang tak jual tempe dan tahu goreng tiga hari ini," ujar pedagang bernama Imam, saat ditemui di sekitaran kawasan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, Minggu (3/1/2021).
Lonjakan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram akhirnya memicu para perajin tahu dan tempe melakukan mogok produksi sejak malam tahun baru hingga 3 Januari 2021.
Para perajin tahu dan tempe dalam aksi mogoknya mengajukan tuntutan kepada Presiden Joko Widodo.
Adapun para perajin tahu dan tempe menyampaikan tiga tuntutan kepada Presiden Joko Widodo.
Pertama, mereka meminta agar tata niaga kedelai di pegang pemerintah supaya stabilitas harga terjaga. Kedua, mereka meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006.
Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.
Ketiga, mereka meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton.
Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.
Saling sindir Jokowi-Sandiaga soal tempe setipis kartu ATM
Sejatinya, stabilitas harga tahu dan tempe sudah menjadi perbincangan utama bahkan janji politik para capres dan cawapres di Pilpres 2019.
Saat itu di masa kampanye Pilpres 2019, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang dulunya menjadi rival Jokowi selaku Cawapres penantang, pernah memopulerkan pernyataan tempe setipis kartu ATM.
Kala itu, Sandiaga yang menjadi Cawapres mengawali kegiatan kampanyenya dengan blusukan ke sejumlah pasar tradisional di Jakarta. Ia pun mengaku mendapat keluhan dari masyarakat soal kenaikan harga sembako.
Hal itu, kata Sandiaga berimbas pada ukuran tempe yang semakin kecil dan tipis.
“Tempe katanya sekarang sudah dikecilkan dan tipisnya sudah hampir sama dengan kartu ATM. Ibu Yuli di Duren Sawit kemarin bilang, jualan tahunya sekarang dikecilin ukurannya,” kata Sandiaga pada 7 September 2018 di awal masa kampanye Pilpres 2019.
Merespons pernyataan Sandiaga soal tempe yang ukurannya menjadi setipis kartu ATM karena harganya meroket, Jokowi pun tak tinggal diam. Jokowi meresponsnya dengan mengunjungi pasar Suryakencana, Bogor, pada 31 Oktober 2018.
Dalam kunjungannya itu Jokowi bahkan memborong tempe dan menanyakan kepada wartawan ihwal ukuran tempe yang dibelinya. Hal itu seolah untuk menanggapi pernyataan Sandiaga.
"Tadi ngelihat sendiri ya, tebal (ukuran tempenya)," kata Jokowi.
Sandiaga pun merespons balik Jokowi dengan mengajak orang nomor satu di repubik ini mengadakan perlombaan mencari bentuk tempe di seluruh Indonesia.
Sandiaga seolah tak terima kala Jokowi mengatakan tempe yang dibelinya di pasar Suryakencana berukuran tebal. Sebabnya hal itu tak seperti ucapan Sandiaga yang menyatakan tempe setipis kartu ATM.
"Sekarang kita lakukan pencarian tempe seperti apa ke depan. Ini menarik, karena kita mengerucutkan pemilu ini ke satu diskursus ke makanan yang paling favorit di Indonesia," kata Sandiaga.
"Coba kita lihat bagaimana reaksi di seluruh wilayah di Indonesia, baik dari kunjungan Jokowi dan saya. Nanti kita berlomba-lomba melihat ukuran tempe," kata Sandiaga.
Sandiaga menyebutkan, tantangan pencarian ukuran tempe itu juga untuk melihat reaksi masyarakat Sandiaga lantas meminta pernyataannya soal tempe setipis kartu ATM tak dijadikan bahan candaan.
Ia mengatakan pernyataan itu ia lontarkan setelah mendengar keluhan langsung masyarakat lantaran harga berbagai kebutuhan pokok di pasar meningkat sehingga berimbas pada ukuran tempe.
"Yang saya sampaikan itu adalah suara dari rakyat. Itu dari Bu Yuli dan rekannya di Duren Sawit. Itu exactly. Word by word yang disampaikan mereka," kata Sandiaga
"Kalau misalnya teman-teman itu mengartikannya sebagai suatu jeritan masyarakat, iya. Apakah ini hiperbolisme? Mungkin iya. Tapi menurut saya itu yang disampaikan masyarakat dan kita enggak boleh mendiskreditkan, mem-bully," kata Sandiaga lagi.
Jokowi dan Sandiaga yang dulunya saling meributkan ukuran tempe saat kampanye Pilpres 2019, kini sama-sama berada di pemerintahan.
Saling sindir antara Jokowi dan Sandiaga soal harga tempe yang naik, sehingga berimbas ke ukurannya yang seperti kartu ATM pun kini menguap.
Keduanya selaku Presiden dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tak lagi mengangkat isu mengenai tempe, di tengah protes para perajin tahu dan tempe yang kesulitan ketika harga kedelai naik.
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/05/14541111/naiknya-harga-kedelai-dan-saling-sindir-jokowi-sandiaga-soal-tempe-setipis