Hal itu disampaikannya menanggapi rekor kasus kematian tertinggi secara harian yang terjadi di Indonesia pada Rabu (9/12/2020).
"(Tingginya) angka kematian adalah salah satu indikator akhir wabah yang memberikan gambaran bahwa situasi pengendalian pandemi suatu wilayah atau negara cenderung belum atau tidak terkendali," ujar Dicky.
"Dan juga ada masalah sangat serius dalam strategi mereka (pemerintah)," kata dia.
Sementara itu, dari sisi daerah, angka kematian yang tinggi bisa menjadi tolok ukur bahwa daerah belum mampu mengatasi Covid-19.
Salah satu penyebabnya, kata Dicky, minimnya pelaksanaan pelacakan (tracing), pemeriksaan (testing), dan perawatan (treatment).
"Ini menyebabkan tingkat kematian pun akan terus meningkat," ucap Dicky.
Dicky menjelaskan, kriteria bahwa suatu wilayah atau negara mulai terkendali pandeminya adalah jika angka kematian sudah mulai nol.
Hal yang perlu diperhatikan, adalah pencegahan kematian akibat Covid-19 tidak perlu menanti vaksin Covid-19 tersedia.
"Mencegah kematian akibat Covid-19 tidak harus menunggu vaksin Covid-19 ada. Negara-negara yang berhasil mengendalikan pandemi telah sejak awal menerapkan 3T yang masif dan kosisten," ucap Dicky.
"Kegagalan dalam melakukan upaya 3T akan menyebabkan semakin banyak korban sakit dan kematian," tuturnya.
Sebelumnya, pada Rabu (9/12/2020), jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia di Indonesia mencatatkan jumlah tertinggi, yakni mencapai 171 orang dalam satu hari.
Hal itu berdasarkan data terbaru yang dikeluarkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 hingga pukul 12.00 WIB.
Jumlah tersebut merupakan rekor tertinggi pasien Covid-19 yang meninggal dunia sejak pertama kali pandemi muncul di Tanah Air pada 2 Maret 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/10/12160101/epidemiolog-tingginya-angka-kematian-indikasikan-pandemi-tak-terkendali