Hal itu diungkapkan Djoko Tjandra saat bersaksi untuk terdakwa Andi Irfan Jaya dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Djoko Tjandra awalnya meminta almarhum Herriyadi untuk menyerahkan uang 500.000 dollar AS ke Andi Irfan Jaya.
"Pada 25 November 2019 saya telepon adik ipar saya Herriyadi, 'Her tolong serahkan 500.000 dollar AS, saya besok kirim nomor telepon Andi Irfan, kalian nanti bertemu karena mereka tiba di Jakarta jam 3 untuk mengambil uangnya sebagai pembayaran 50 persen untuk consultant fee'. Itu fee kombinasi antara kerja Anita dan Andi Irfan," kata Djoko Tjandra, seperti dikutip dari Antara.
Adapun Andi didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra ke Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait kepengurusan fatwa di MA.
Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Menurut Djoko Tjandra, total biaya mengurus permasalahan hukumnya untuk Andi serta mantan pengacaranya, Anita Kolopaking, sebesar 1 juta dollar AS atau sekitar Rp 14,2 miliar.
Dari total itu, Djoko Tjandra menuturkan, 400.000 dollar AS atau sekitar Rp 5,6 miliar untuk Anita dan 600.000 dollar AS atau sekitar Rp 8,5 miliar untuk Andi Irfan Jaya. Sementara, menurut pengakuannya, tidak ada pembicaraan mengenai biaya untuk Jaksa Pinangki.
Kesepakatan perihal biaya itu dibicarakan dalam pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019.
Kemudian, beberapa hari setelah tanggal 25 November 2019, Djoko Tjandra menerima proposal action plan dari Andi.
Dalam surat dakwaan, action plan tersebut berisikan 10 langkah terdiri dari berbagai upaya mendapatkan fatwa MA, hingga akhirnya Djoko Tjandra pulang ke Tanah Air.
Djoko Tjandra yang sempat buron selama 11 tahun itu mengaku tidak suka dengan proposal tersebut. Maka dari itu, ia meminta almarhum Herriyadi untuk tidak melanjutkan pembayaran.
"2-3 hari kemudian setelah saya dapat action plan yang dikirim Andi Irfan, saya sama sekali tidak comfortable bahwa segitu simple dan gampangnya jadi saya mengatakan no, sehingga saya katakan ke Herriyadi 'Her stop jangan ada pembayaran'," ungkapnya.
"Jadi 26 November itu Herriyadi tidak jadi membayarkan karena ada kekurangan dana jadi dia rencana bayar lusanya, saat saya terima action plan saya katakan terlalu muluk jadi jangan diteruskan," sambung Djoko Tjandra.
Menurut Djoko Tjandra, pada saat itu, Andi Irfan tidak memberi konfirmasi apakah sudah menerima uang tersebut.
Herriyadi yang meninggal pada 18 Februari 2020 juga disebutkan tidak memberi kabar soal penyerahan uang tersebut.
"Saat itu Andi Irfan Jaya dan Herriyadi tidak confirm ke saya apakah sudah diterima atau tidak dan Herriyadi juga tidak mengatakan sudah memberikan, tapi tanggal 28 November itu saya tidak bisa consider sama sekali karena terlalu muluk-muluk jadi saya katakan jangan diteruskan," ungkap Djoko.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai pernyataan Djoko Tjandra tersebut mengubah keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Menurut jaksa, dalam BAP, Djoko Tjandra menyuruh Herriyadi memberikan 500.000 dollar AS dan menyuruh Hilda, istri Herriyadi, untuk mengambil uang penggantinya di kantor Djoko Tjandra di Papua Nugini.
Djoko Tjandra lalu menjelaskan, dari informasi yang didapat dari Hilda, Herriyadi tidak menyerahkan uang 500.000 dollar AS tersebut ke Andi Irfan.
"Maksud saya, kalau ada tagihan dari Hilda, istri Herriyadi, ambil ke kantor saya di Port Moresby, Papua Nugini, tapi Hilda mengatakan Herriyadi tidak pernah menyerahkan uang ke orang itu," ungkap Djoko.
"Tidak tahu sudah dibayar atau tidak membayar?," tanya jaksa.
"Adik saya Hilda mengatakan tidak pernah dibayar, jadi uang DP belum terlaksana karena mereka minta sebelum action plan terlaksana saya bayar 50 persen," jawab Djoko.
Atas kesaksian Djoko Tjandra tersebut, Andi Irfan membantah soal kesepakatan fee sebesar 600.000 dollar AS untuk dirinya.
Andi sekaligus membantah pernah membuat proposal action plan tersebut.
"Saya tidak minta, tidak dijanjikan, tidak menyepakati biaya konsultan 600.000 dollar AS, saya tidak tahu apakah Pak Jochan diskusi dengan Bu Anita atau siapa tapi tidak pernah disepakati," ungkap Andi.
"Saya juga tidak pernah diminta membuat action plan oleh Pak Jochan dan tidak pernah diminta untuk mengirim action plan," sambungnya.
Dalam kasus ini, Andi Irfan Jaya didakwa menjadi perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
JPU mengatakan, Djoko Tjandra memberikan 500.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 7,275 miliar untuk Pinangki melalui Andi.
Selain itu, Andi didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra dan Pinangki.
Ketiganya diduga bermufakat jahat untuk memberi atau menjanjikan uang 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 145 miliar kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/03/09411711/djoko-tjandra-sebut-uang-500000-dollar-as-belum-diserahkan-almarhum-adik