Salin Artikel

Seni Jokowi dan SBY Memilih Para Pembantunya

SETELAH Edhy Prabowo lepas dari jabatan Menteri Kelautan Perikanan muncul berbagai spekulasi, analisis, dan prediksi tentang siapa yang akan menggantikannya.

Di sini saya tidak akan menganalisis, memprediksi, atau berspekulasi. Saya memilih mencari sumber-sumber yang bisa dipakai untuk melihat gaya Presiden Joko Widodo mencari pejabat sebagai pembantunya.

Saya menemukan sumber tertulis dari masa pemerintahan Jokowi periode pertama. Sumber itu ditulis secara jenaka dalam buku berjudul Sudut Istana oleh Staf Khusus Presiden, Sukardi Rinakit.

Di bawah subjudul, Memilih Pejabat, Sukardi Rinakit mengatakan, “Kalau kita memilih staf, ukuran pertama yang jadi pertimbangan adalah daftar riwayat hidupnya.“

“Semakin panjang pengalaman, semakin berlembar-lembar kertas CV-nya, itu menunjukkan ‘kehebatan’ orang tersebut’. Meskipun kenyataannya sering tidak seperti itu,” demikian Sukardi Rinakit atau Cak Kardi.

Menurutnya, tidak demikian dengan Jokowi. Meski tidak mengabaikan CV yang bersangkutan, Jokowi punya cara lain untuk menentukan pilihan.

“Misalnya, Presiden ingin mengangkat seorang pejabat, ada dua kandidat yang sama-sama hebat, sama-sama profesional. Tidak bisa pilihan hanya didasarkan pada panjangnya daftar riwayat hidup,” tulis Cak Kardi.

Lalu apa yang dilakukan Jokowi? Jokowi, kata Cak Kardi, cukup mengutus seseorang untuk melihat rumah tinggal kedua kandidat tersebut.

“Kandidat yang rumahnya lebih sederhana, itulah yang dipilih Pak Jokowi,” tulis Cak Kardi.

“Tapi kalau Anda pengusaha, ukuran itu tidak berlaku. Jadi jangan khawatir,” lanjut Cak Kardi dalam buku yang ditulis pada 2018.

Inilah salah satu gaya dan seni Presiden Jokowi memilih pejabat atau pembantunya menurut salah seorang staf khusunya.

Jadi pemilihannya bukan “elek yo ben” atau “suka-suka gue”.

Sebenarnya masih banyak gaya, seni, dan improvisasi politis Jokowi memilih pembantu atau orang-orang untuk bekerjasama dalam pemerintahannya.

Seperti di awal tahun 2015 ketika mengajukan Komisaris Jenderal (waktu itu) Budi Gunawan ke DPR untuk jabatan Kepala Kepolisian RI (Kapolri). DPR menyetujui tapi kemudian, dengan berbagai alasan Jokowi memilih orang lain.

Contoh lainnya yang cukup ingar bingar pula adalah penetapan calon wakil presiden menjelang pemilihan presiden tahun 2019.

Sebelum penetapan cawapres, para pegawai istana sibuk berkomunikasi dengan Mahfud MD. Beberapa jam setelahnya, setelah Jokowi bertemu dengan para pemimpin partai pendukung, Jokowi tidak memilih Mahfud MD tapi KH Maruf Amin (kini wakil presiden). Tapi soal BG dan Mahruf Amin ini akan saya tulis lebih jauh di lain kesempatan.

Ihwal BG, Mahfud MD, dan Mahruf Amin adalah seni, gaya, dan improvisasi lain dari Jokowi berkenaan dengan aksioma atau dalil “hak prerogatif presiden”.

Gaya SBY

Gaya Jokowi berbeda dengan salah satu gaya dan seni Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY adalah presiden RI pertama yang dipilih lewat pemilihan umum langsung oleh rakyat.

Kita lihat bagaimana SBY ketika memilih Panglima TNI di awal pemerintahannya pada 2004. Gaya SBY ini diperlihatkan juga oleh salah satu staf khususnya, Dino Patti Djalal.

Dalam buku berjudul Harus Bisa! - Seni Memimpin a la SBY - Catatan harian, Dino Patti Djalal antara lain mengatakan, kualitas seorang pemimpin biasanya tercermin dari kualitas tim pendampingnya.

“Untuk mencapai hasil maksimal pemimpin harus bisa memilih anggota timnya sendiri,” ujar Dino.

“Jujurnya, mungkin di sinilah letak kelemahan BUMN kita, karena direktur utama yang terpilih biasanya tidak mempunyai wewenang untuk memilih timnya sendiri,” tutur Dino.

Dino yakin, kemampuan memilih timnya adalah kunci dari sukses. Kemampuan ini juga merupakan cerminan kepemimpinan. “Hal inilah yang dihadapi SBY menjelang disumpah menjadi presiden,” kata Dino.

Ceritanya begini. Setelah SBY diumumkan menang pemilihan presiden (Pilpres) 2004 dan dipastikan menjadi presiden terpilih, ujar Dino, Presiden Megawati Soekarnoputri mengirim surat ke DPR yang mencalon KSAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menjadi panglima TNI menggantikan Jenderal TNI Edriartono Sutarto yang akan pensiun. Surat itu dikirim 8 Oktober 2004, dua minggu sebelum SBY dilantik jadi presiden.

Dino memaparkan, Ryamizard selain salah satu putra terbaik TNI dan disegani, juga kolega baik SBY di TNI.

“Yang menjadi masalah bagi SBY bukanlah kompetensi atau pribadi Jenderal Ryamizard, namun masalah prosedural dan politis yang ditimbulkan dari istana presiden. Bagi SBY, jabatan panglima TNI adalah jabatan yang sangat strategis,” kata Dino.

“Jabatan menteri di kabinet bisa diatur dalam paket politik, namun jabatan panglima TNI harus murni dipilih oleh presiden sendiri, dan bukan oleh presiden yang akan lengser beberapa minggu lagi,” tutur Dino pada 2008.

Tidak sampai satu minggu setelah dilantik, pada 26 Oktober 2004, SBY menarik kembali surat Presiden Megawati mengenai pencalonan Ryamizard sebagai panglima TNI.

“Langkah ini ini mendapat tantangan dari sejumlah anggota DPR, namun Presiden SBY tidak goyah dari pendiriannya,” kata Dino.

Selanjutnya, kata Dino lagi, SBY memperpanjang masa tugas Endriartono sebagai panglima TNI selama satu tahun. Kemudian SBY mengangkat Marsekal TNI Djoko Suyanto.

Dino mau mengatakan, SBY telah mendemonstrasikan hak prerogatifnya yang tidak bisa diganggu-gugat.

“Dan Presiden membuktikan, seorang pemimpin harus selalu memilih orang-orangnya sendiri,” itu kata Dino (Kata orang lain, lain lagi.)

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/02/08595661/seni-jokowi-dan-sby-memilih-para-pembantunya

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke