JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, kekerasan terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) masih kerap terjadi, baik sebelum masa pandemi ataupun saat pandemi Covid-19.
"Kekerasan terhadap PPHAM menurut Komnas Perempuan terjadi baik sebelum masa pandemi Covid-19 maupun saat pandemi," kata Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati, dalam konferensi pers, Jumat (27/11/2020).
Menurut Retty, bentuk kekerasan yang dialami PPHAM pada masa pandemi Covid-19 tidak jauh berbeda saat masa bukan pandemi.
Kekerasan tersebut terjadi di ruang sosial, melalui media sosial, ataupun kekerasan lainnya dalam bentuk fisik. Namun, dampak kekerasan tersebut menjadi lebih dalam selama pandemi.
"Oleh karena itu, Komnas Perempuan berupaya secara terus menerus membangun dukungan bagi pengakuan dan perlindungan pembela HAM, khususnya PPHAM," ujarnya.
Retty menuturkan, berdasarkan hasil studi Forum Pengada Layanan (FPL) Tahun 2019, PPHAM rentan mengalami ancaman dan kekerasan selama melakukan pendampingan kasus.
Tindakan kekerasan itu tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga keluarga dan kerabat dari PPHAM.
"Ancaman diperoleh melalui SMS atau facebook atas ketidaksukaan pelaku terhadap kerja-kerja pendampingan dan advokasi korban," ungkapnya.
Meski banyak kasus pelecehan terhadap PPHAM, Komnas Perempuan justru melihat proses hukum terkait pelecehan seksual diabaikan.
Retty menilai kekerasan terjadi karena ketiadaan kebijakan terkait kekerasan seksual dan kuatnya budaya menyalahkan korban.
"Sementara daya dukung pemulihan korban terbatas. Akibat selanjutnya adalah keberulangan kekerasan terhadap PPHAM," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/27/13273161/kekerasan-terhadap-perempuan-pembela-ham-masih-kerap-terjadi