Menurut dia, hal ini merupakan masalah terbesar dari serangkaian peristiwa soal hutan dan wilayah adat di seluruh Indonesia.
"Sekarang ini masalah terbesar adalah karena tidak ada kepastian hukum masyarakat adat," kata Rukka saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Tidak adanya kepastian hukum masyarakat adat, dinilainya terjadi akibat tak kunjung disahkannya Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Ia menerangkan bahwa hingga saat ini, RUU itu masih di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama lebih dari 10 tahun sejak pertama kali digulirkan pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhono tahun 2009.
"UU Masyarakat Adat sudah 10 tahun di DPR belum disahkan sampai detik ini," ujarnya.
Rukka mengkhawatirkan apabila hal ini terus berlanjut, maka masyarakat adat tidak dapat bergerak untuk melindungi sendiri wilayah adat miliknya sampai kapanpun.
Bahkan, lanjutnya, dengan sebanyak apa pun pengacara Masyarakat Adat tetap tidak bisa memenangkan segala sengketa jika UU belum disahkan.
"Sebanyak apapun pengacara Masyarakat Adat dalam sistem hukum yang menindas masyarakat adat tetap akan selalu dikalahkan," tuturnya.
RUU Masyarakat Hukum Adat merupakan RUU Prolegnas prioritas 2020. RUU ini sekarang diusulkan Fraksi Partai Nasdem.
Adapun pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat telah mandek sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian, akan mulai dibahas kembali di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pembahasan terakhir, pada September 2020, sebanyak delapan fraksi di DPR RI sepakat terkait harmonisasi draf RUU Masyarakat Hukum Adat.
Keputusan itu dihasilkan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/9/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/13/13075301/hutan-adat-papua-habis-diganti-lahan-sawit-aman-singgung-ruu-10-tahun-belum