Ia menanggapi soal adanya pembakaran hutan adat yang diduga dilakukan anak perusahaan kelapa sawit Korea Selatan, Korindo di Papua selama bertahun-tahun.
Menurut dia, semua pihak harus mengakui terlebih dahulu bahwa tanah Papua adalah wilayah adat sebelum melakukan berbagai pembangunan.
"Seluruh Papua adalah wilayah adat. Tanah Papua itu milik kolektif Masyarakat Adat Papua. Mestinya, pengakuan itu didahulukan," kata Rukka saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).
Ia melanjutkan, masih banyak hal yang lebih penting dan harus diselesaikan Pemerintah terkait Papua sebelum berbicara soal pembangunan.
Pertama, ia menyoroti persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua yang dinilai tak pernah terurus dengan serius.
"Bahkan negara terus-terus menutupi situasi HAM Papua. Presentase jumlah orang asli Papua dibanding non Papua semakin mengecil. Mestinya urusan itu dibereskan dulu, baru bicara pembangunan dalam bentuk apapun," jelasnya.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa Pemerintah seharusnya mendahulukan Hak Masyarakat Adat Papua terlebih dahulu sebelum memulai pembangunan.
"Pembangunan tanpa mendahulukan hak Masyarakat Adat Papua atas Free Prior Informed Consent adalah perampasan," tegas Rukka.
Tak hanya itu, ia menambahkan, perampasan seperti ini bisa semakin parah dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Menurutnya, UU Cipta Kerja akan memperparah perampasan wilayah adat di Papua, bahkan seluruh Indonesia.
"Suku-suku yang berjumlah kecil di Papua bahkan bisa terancam punah. Semua terancam," tandasnya.
Perlu diketahui, sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja pada 2 November 2020, protes di kalangan pemerhati lingkungan pun semakin berkembang.
Undang-undang sapu jagat ini mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) salah satunya yang berkaitan dengan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Dengan adanya perubahan dalam UU Cipta Kerja, maka kini Amdal kehilangan banyak "kesaktiannya".
Sejumlah pihak menilai Amdal mulai diperlemah, terutama dalam hal pengawasan lingkungan.
Salah satu poin perubahan terkait Amdal dalam UU Cipta Kerja adalah terkait peran pemerhati lingkungan.
Dalam Pasal 26 Ayat (3) UU PPLH diatur, "dokumen Amdal disusun oleh masyarakat yang terdampak langsung, pemerhati lingkungan hidup, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal".
Sementara, pada UU Cipta Kerja tertulis perubahan dalam Pasal 26 Ayat (2) PPLH menjadi: "penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan".
Sebelumnya, berdasarkan investigasi BBC yang rilis Kamis (12/11/2020), terkuak bukti-bukti adanya pembukaan hutan untuk perluasan lahan kelapa sawit yang dilakukan Korindo dengan cara membakar sengaja dan konsisten.
Korindo diketahui telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar atau hampir seluas Seoul, ibu kota tempat perusahaan itu berasal.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/13/12534881/komentari-perluasan-lahan-sawit-di-papua-aman-itu-perampasan-seluruh-papua