Dia menilai, salah satu penyebabnya karena semua tindak pidana diselesaikan dengan sistem penghukuman.
"Kalau semua diselesaikan dengan hukum, beban hukum sudah terlalu berat, penjara pun telah penuh. Sekitar 300 persen sekarang kalau di kota besar (lapas) over kapasitas," ujar Jimly saat memberikan materi di acara Konferensi Nasional II Kehidupan Berbangsa yang ditayangkan secara daring pada Rabu (11/11/2020).
"Secara nasional penjara sekitar 208 persen over kapasitas," lanjutnya.
Sementara itu, dari keseluruhan mantan tahanan yang telah selesai menjalani masa hukuman, hanya sekitar 30 persen saja yang tidak mengulangi kesalahannya lagi.
Sementara itu, sekitar 30 persen lainnya merasakan dendam.
"Apalagi kalau masuk penjara hanya karena perbedaan pendapat, karena salah, maka penegak hukum hanya cari orang salah bukan cari orang jahat," ungkap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Jika kondisinya seperti itu, pada mantan tahanan yang telah keluar dari lapas berpotensi besar masih menyimpan dendam.
Akan tetapi, Jimly mengingatkan ada sekitar 40 persen mantan tahanan yang semakin banyak melakukan kejahatan setelah keluar lapas.
"Yang paling gawat, 40 persen sisanya keluar penjara jadi semakin menjadi. Pencopet (bisa) jadi perampok, pemakai narkoba (bisa) berubah jadi bandar," kata Jimly.
Sehingga menurutnya, pendekatan peradilan di Indonesia sudah saatnya diimbangi dengan pendekatan etika dan pendidikan publik.
"Mudah-mudahan ini jadi pegangan bagi kita generasi penerus untuk pegangan kehidupan kenegaraan agar jadi semakin baik ke depannya," tambah Jimly.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/11/16532511/jimly-lapas-over-kapasitas-tak-semua-pidana-harus-dihukum-penjara