Menurut Budi, kondisi ini justru menunjukkan proses surveilans atau pengumpulan, pengolahan, analisis data Covid-19 terus berjalan.
"Ini bagus karena artinya surveilans berjalan. Termasuk di dalamnya proses testing, tracing, dan treatment terus dilakukan masif," ujar Budi saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (28/10/2020).
Dia melanjutkan, karena proses tracing dan testing terus dilakukan, maka ditemukan individu-individu yang masuk dalam kondisi suspek Covid-19.
Keadaan ini disebutnya positif karena membuat individu yang berstatus suspek menjadi waspada.
"Artinya ada kondisi tertentu, yang menyebabkan individu menjadi berstatus suspek. Meski belum tentu positif, ini lebih baik karena menjadi waspada terhadap Covid-19," ungkap Budi.
"Ketimbang nanti ketika datang, kemudian diperiksa dan ternyata positif. Lebih baik waspada terlebih dulu," lanjutnya.
Budi lalu mencontohkan, berdasarkan data pada 27 Oktober 2020, ada 169.479 suspek Covid-19.
Artinya, jumlah individu yang musti diwaspadai bisa berubah menjadi pasien positif sebanyak 169.479 orang.
Budi menyebut, jumlah ini bisa berkurang apabila status dari para suspek itu telah dipastikan.
"Misalnya dari hasil tes dinyatakan positif. Atau hasilnya negatif dan sudah selesai melakukan isolasi mandiri selama 14 hari," lanjutnya.
Lebih lanjut, Budi juga menjelaskan jika orang tanpa gejala tidak termasuk ke dalam suspek.
Sebab, orang tanpa gejala telah dipastikan statusnya positif Covid-19. Hanya saja, orang tersebut tidak menunjukkan atau merasakan gejala Covid-19.
Meski demikian, Budi tetap mengingatkan individu yang masuk ke dalam kategori suspek bisa waspada dan langsung melakukan isolasi secara mandiri.
Hal ini perlu dilakukan selama individu tersebut menanti hasil tes yang menjelaskan kondisi dirinya.
"Jadi seharusnya, yang berstatus suspek itu harus langsung melakukan isolasi mandiri. Meski belum dipastikan hasilnya (hasil tes) harus waspada untuk dirinya sendiri dan melindungi oang lain," ungkap Budi.
Tentang suspek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), suspek merupakan istilah pengganti untuk pasien dalam pengawasan (PDP).
Seseorang disebut suspek Covid-19 jika mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
Istilah suspek juga merujuk pada orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19.
Kemudian, orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Sebagaimana diketahui, kasus suspek Covid-19 mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir.
Hal itu terlihat dari data harian yang dilaporkan Satgas Penanganan Covid-19 setiap sore.
Pada 6 Oktober, suspek Covd-19 diketahui mencapai 140.305 orang.
Pada bulan-bulan sebelumnya, jumlah pasien suspek hanya berkisar di sekitar angka 97.000-98.000.
Namun belakangan, seiring dengan bertambahnya kasus hingga mencapai 4.000 setiap hari, jumlah pasien suspek pun turut meningkat.
Sementara itu, data yang dilaporkan Satgas pada 27 Oktober mencatat jumlah suspek Covid-19 sebanyak 169.479 orang.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/28/08315541/jumlah-suspek-covid-19-terus-naik-kemenkes-ini-bagus-artinya-surveilans