Menurut Bambang, proyek pengembangan wisata di habitat komodo itu akan mendapatkan perhatian dunia, sebab komodo merupakan satwa langka yang dilindungi.
"Pemerintah harus mendengar masukan-masukan dari pemerhati lingkungan baik dari dalam maupun luar pemerintah. Karena ini merupakan hewan langka dan negara lain pun akan memantau," ujar Bambang saat dihubungi, Selasa (27/10/2020).
Dia mengatakan pemerintah harus transparan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Bambang yakin, jika pemerintah mampu membuka ruang dialog, maka proyek destinasi wisata premium itu bisa berjalan dengan baik.
"Sekarang kan era transparansi, sehingga peran masyarakat dan tokoh-tokoh lingkungan perlu diakomodasi pendapatnya. Jika itu dilakukan pemerintah, pasti pembangunan di sana akan lebih baik dan para pemangku kepentingan bisa menerima," tuturnya.
Ia sepakat bahwa proyek pengembangan wisata di Taman Nasional Komodo itu harus dilakukan dengan hati-hati.
Politikus Partai Demokrat itu khawatir pembangunan secara sewenang-wenang akan merusak habitat komodo.
"Memang kalau serampangan bisa mengancam habitat komodo itu sendiri. Di sisi lain, mungkin pemerintah melakukan ini agar wisatawan bisa melihat dengan dekat komodo," kata Bambang.
"Jika itu konsep pemerintah, maka perlu solusi agar habitat komodo tetap aman," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, pembangunan proyek wisata di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak membahayakan populasi komodo di pulau itu.
Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah mengklaim, pembangunan proyek wisata dilakukan dengan tetap mengutamakan keselamatan komodo di area tersebut.
"Hal ini dapat dibuktikan dengan tren populasi yang tetap stabil di lokasi wisata Loh Buaya tersebut. Artinya, apabila dikontrol dengan baik dan meminimalisasi kontak satwa, maka aktivitas wisata pada kondisi saat ini dinilai tidak membahayakan populasi komodo area wisata tersebut," kata Nunu dalam keterangan pers, Senin (26/10/2020).
Nunu memastikan penggunaan alat berat semisal truk di lokasi pembangunan protek wisata itu menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Dapat dijelaskan bahwa kegiatan aktivitas pengangkutan material pembangunan yang menggunakan alat berat dilakukan karena tidak dimungkinkan menggunakan tenaga manusia. Penggunaan alat-alat berat seperti truk, ekskavator dan lain-lain, telah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian," ujar dia.
Saat ini, pembangunan proyek wisata di Pulau Rinca telah mencapai 30 persen. Rencananya, proyek wisata akan selesai pada Juni 2021.
Melalui surat pengumuman Nomor PG.816/T.17/TU/EVLP/10/2020, pemerintah menutup sementara resort Loh Buaya dari kunjungan wisatawan dalam rangka mempercepat proses pembangunan proyek wisata.
Penutupan dilakukan sejak 26 Oktober 2020 hingga 30 Juni 2021 dan akan dievaluasi setiap dua minggu sekali.
Sementara itu, pembangunan proyek wisata ini mendapatkan kritik keras dari sejumlah kelompok masyarakat sipil. Misalnya, forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Direktur Walhi Nur Hidayati mengatakan, proyek "Jurassic Park" di TN Komodo tidak berbasis keilmuan.
Menurut dia, alih-alih melestarikan komodo dan habitat alaminya, pembangunan tersebut justru akan menyengsarakan komodo.
"Pembangunan Jurassic Park justru akan menciptakan neraka bagi komunitas komodo yang dapat berujung pada musnahnya hewan unik ini selamanya," kata Nur, Senin (26/10/2020).
Selain itu, saat ini juga ada gerakan kolektif masyarakat yang tergabung dalam "Kawan Baik Komodo". Mereka mendorong pembangunan berkeadilan dan selaras dengan alam demi menjaga kelestarian Taman Nasional Komodo dan alam NTT.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/27/13424261/anggota-komisi-iv-minta-pemerintah-dengar-saran-publik-soal-jurassic-park