La Nina merupakan anomali sistem iklim global yang terjadi dengan periode ulang berkisar antara 2-7 tahun di Samudra Pasifik dan atmosfer, langit di atasnya berubah dari keadaan netral (normal) serta minimal berlangsung selama dua bulan.
Pada fenomena La Nina, yang terjadi adalah pendinginan yang tidak biasa, yaitu anomali suhunya melebihi -0.5 derajat celcius pada area yang sama.
La Nina akan berdampak pada peningkatan curah hujan dan bisa menyebabkan banjir dan longsor.
Hal itu dikatakan Doni dalam konferensi pers usai melakukan kunjungan kerja ke hulu Sungai Ciliwung, Selasa (20/10/2020).
"Yang paling penting dari mitigasi, mitigasi non struktural artinya yang berupaya berfungsi kepada masalah kultural, masalah perilaku," kata Doni.
Mitigasi yang dimaksud Doni, yakni dengan mengubah perilaku dalam menjaga lingkungan.
Jika masyarakat sudah mempersiapkan diri dengan kemungkinan adanya bencana, maka akan bisa mengurangi jumlah korban jiwa.
"Mengantisipasi dengan kesiapsiagaan, ini akan bisa mengurangi risiko adanya korban jiwa," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari menjelaskan bahwa saat ini La Nina sudah terjadi.
"Saat ini sudah terjadi La Nina," kata Indra pada Kompas.com, Sabtu (17/10/2020).
Dia mengatakan indikator La Nina berupa anomali suhu muka laut Pasifik tengah.
Menurut data yang didapat hingga 10 Oktober 2020, saat ini suhu sudah berada dibawah -0.5 derajat celcius dan sudah berlangsung lebih dari 7 dasarian (2 bulan lebih).
Indra mengatakan puncak La Nina diprediksi akan terjadi pada November-Desember 2020.
"Analisis dan prediksi Dinamika Atmosfer dan Laut memperlihatkan bahwa November-Desember 2020 La Nina berada pada tingkat moderat," jelas dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/20/16193411/ini-hal-yang-mesti-dilakukan-demi-mencegah-bencana-akibat-la-nina