Ia menjelaskan, menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, praktik menggabungkan materi muatan yang terdiri atas banyak pasal dikenal dengan istilah kodifikasi.
"Rezim pembentukan undang-undang secara formil ada mekanisme kodifikasi, silakan baca UU 12/2011," kata Charles dalam diskusi daring 'Kelas Bersama Rakyat', Rabu (14/10/2020).
Charles memaparkan, mekanisme kodifikasi menghasilkan gabungan peraturan yang lebih tertib daripada omnibus law.
Kodifikasi menggabungkan berbagai peraturan dalam buku/kitab perundang-undangan.
Perundangan-undangan hasil kodifikasi akan menjadi satu-satunya rujukan.
Hal ini berbeda dengan undang-undang omnibus law yang cara membacanya juga dengan merujuk ke undang-undang terkait.
Ia menyebut, sudah ada beberapa contoh undang-undang yang menggunakan mekanisme kodifikasi, misalnya UU Pemilu dan UU Pemerintah Daerah.
UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menggabungkan peraturan mengenai kewenangan KPU dan Bawaslu hingga penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Kemudian di kodifikasi, ketika keluar hanya ada satu UU yang dipegang oleh masyarakat yaitu, misal UU Nomor 7 Tahun 2017. Kita tidak perlu baca UU lainnya," terangnya.
Karena itu, Charles mengatakan omnibus law sama sekali tidak menyederhanakan regulasi.
Menurutnya, mekanisme omnibus law ditempuh pemerintah untuk sekadar menyederhanakan perubahan demi pembukaan kemudahan investasi.
"Ini menyederhanakan perubahan, tapi tidak menyederhanakan regulasi itu sendiri," ucap Charles.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/18563291/peneliti-pusako-indonesia-tak-kenal-omnibus-law-yang-ada-ketentuan