Salin Artikel

Opsi Penundaan Pilkada Perlu Didukung Data Penanganan Covid-19 di Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com - Penundaan Pilkada 2020 dinilai masih dapat dilakukan bila kasus penularan Covid-19 di wilayah yang menyelenggarakan kontestasi politik mengalami lonjakan masif. Namun, rencana penundaan tersebut harus didukung dengan data penanganan kasus Covid-19 di masing-masing daerah.

Komisioner KPU Viryan Azis mengungkapkan, ada tiga kemungkinan yang dapat dilakukan terkait pelaksanaan Pilkada 2020, yaitu tetap berjalan sepenuhnya, ditunda sebagian atau ditunda secara keseluruhan.

"Kalau misalnya kondisinya semakin memburuk dimungkinkan tidak penundaan? Secara legal memungkinkan," kata Viryan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan secara daring, Kamis (8/9/2020).

Hal senada turut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Menurut dia, penyelenggaraan pilkada dapat ditunda bila daerah yang akan menyelenggarakan ditetapkan sebagai zona merah penularan virus corona.

Untuk itu, ia mengatakan, KPU perlu memetakan wilayah mana saja yang masuk ke dalam zona merah. Setelah itu, baru dapat diambil kebijakan apakah penyelenggaraan pilkada di wilayah tersebut tetap dilanjutkan atau tidak.

"Jika dibutuhkan, karena status zona yang dilakukan KPU, Bawaslu dan pemerintah dan satgas maka kita bisa pertimbangkan daerah-daerah yang berbahaya untuk ditunda Pilkada," kata Saan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Meski begitu, ia menambahkan, hingga kini belum ada wacana Komisi II DPR untuk menunda pelaksanaan pilkada serentak, baik menyeluruh maupun di sebagian wilayah.

Seperti diketahui, Pilkada 2020 akan dilaksanakan di 270 wilayah, yang meliputi 9 wilayah provinsi, 224 wilayah kabupaten dan 37 wilayah kota.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, jika penyelenggaraan pilkada hendak ditunda di seluruh wilayah, maka KPU tidak bisa memutuskan hal itu sendirian.

Diperlukan persetujuan bersama dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menunda penyelenggaraan pilkada serentak di seluruh wilayah, sesuai dengan ketentuan Pasal 122A UU Nomor 6/2020.

Namun, jika penundaan yang hendak dilakukan secara parsial atau wilayah, hal itu dinilai jauh lebih mudah. Pasalnya, KPU daerah dapat langsung mengambil keputusan itu sesuai dengan klausul Pasal 122 UU Nomor 8/2015.

Meski demikian, Titi mengingatkan, KPU perlu membangun komunikasi publik secara terbuka dan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten di bidang kesehatan untuk menentukan status penanganan Covid-19 di suatu wilayah.

"Juga bisa meminta masukan pada para pakar epidemiologi terkait risiko bila pilkada diselenggarakan di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat. Dengan demikian, KPU bisa mendapat dukungan atau sokongan politik yang kuat dari publik atas keputusan dan tindakan yang diambilnya," kata Titi kepada Kompas.com, Jumat.

Harus berani bersikap

Viryan menambahkan, KPU telah menyusun seluruh tahapan pemilu dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah penularan Covid-19 yang lebih luas.

Selain itu, KPU juga terus berupaya meyakinkan pemilih bahwa proses pemilihan yang akan dilakukan mendatang akan berjalan aman.

Kendati demikian, Viryan menuturkan, masyarakat perlu memahami bahwa cara pandang yang digunakan pada saat pemilihan harus menyesuaikan situasi pandemi.

"Yang saya maksud adalah, kalau kita masih menggunakan cara pandang situasi normal ya tentu tidak akan, mohon maaf, kurang relevan dengan kondisi yg seperti ini," kata dia.

Meski begitu, Titi menilai, KPU perlu lebih bijak dan berani untuk menunjukkan sikap terkait penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi. Sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan amanah konstitusi, KPU seharusnya tidak hanya menurut begitu saja dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah maupun DPR.

"KPU harus berani untuk tampil dan bertindak sesuai keyakinannya yang independen sejalan dengan fakta dan kondisi obyektif masyarakat kita hari ini," ucapnya.

Ia mengatakan, kasus penularan Covid-19 yang menimpa tiga anggota KPU di tingkat nasional, membuktikan bahwa risiko penularan Covid-19 di dalam penyelenggaraan pilkada itu nyata.

Titi pun mengkhawatirkan bila pilkada yang diselenggarakan justru akan memicu terjadinya penularan Covid-19 yang lebih luas. Terlebih, sudah banyak kasus positif Covid-19 yang menimpa penyelenggara pemilu di daerah dan juga calon kepala daerah.

Bahkan, beberapa kandidat kepala daerah dikabarkan meninggal dunia akibat Covid-19.

"KPU RI saja yang relatif punya fasilitas protokol kesehatan yang jauh lebih memadai daripada jajarannya di bawah tidak luput dari paparan Covid-19, apalagi mereka yang bekerja di lapangan," tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/09/20392131/opsi-penundaan-pilkada-perlu-didukung-data-penanganan-covid-19-di-daerah

Terkini Lainnya

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke