Modus pertama, kata dia, adalah saat ada anggaran bantuan sosial dan penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Penyusunan anggaran dan APBD itu biasanya ada saja yang terjadi penyimpangan," kata Firli dalam acaran Kampanye Virtual Netralitas ASN, Rabu (7/10/2020).
Kemudian yang kedua adalah modus mengumpulkan aparatur sipil negara (ASN) untuk meminta dukungan disertai ancaman pindah jabatan apabila ASN tidak lagi mendukung petahana.
"Tidak boleh mengintimidasi para izin untuk memilih calon tertentu, ini modus yang sering terjadi," ujarnya.
Modus ketiga adalah, penyalahgunaan fasilitas kantor seperti mobil, atau hal lainnya yang dimiliki pemerintah. Sementara modus terakhir adalah penyalagunaan izin pengelolaan sumberdaya alam.
"Ada sistem kebut setoran, kejar ini mau pilkada cepat-cepat keluarkan izinya, ada negosiasi di situ," ucap dia.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, calon kepala daerah di pilkada 2020 lebih berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang.
Ia menyebut, petahana rawan memanfaatkan momen pandemi Covid-19 untuk kepentingan politiknya.
Dengan adanya akses di pemerintahan daerah, kepala daerah petahana berpeluang memanfaatkan pemberian bantuan sosial penanganan Covid-19 untuk menarik atensi pemilih.
"Potensi pelanggaran yang akan terjadi pada pemilihan Desember ini pertama adalah abuse of power oleh petahaha," kata Abhan dalam sebuah diskusi yang digelar secara daring, Rabu (10/6/2020).
"Jadi saat-saat ini bansos Covid ini kan banyak, kemudian tentu petahana punya akses ya, ini harus dibedakan mana ini bansos mana ini kepentingan politik," lanjutnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/07/15310261/ketua-kpk-ungkap-4-potensi-modus-pelanggaran-calon-kepala-daerah-petahana-di