JAKARTA, KOMPAS.com - Kaukus Perempuan Parlemen meminta KPU dan Bawaslu menyusun aturan yang melarang tindakan pelecehan seksual, baik verbal maupun nonverbal, dalam Pilkada 2020.
Permintaan ini menyusul adanya kasus dugaan pelecehan seksual terhadap salah satu bakal calon kepala daerah perempuan.
"Meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk menetapkan aturan yang melarang penggunaan narasi, ujaran, ataupun, tindakan verbal maupun nonverbal yang bersifat melecehkan secara seksual atau mencederai harkat dan martabat kemanusiaan terhadap kandidat khususnya perempuan," kata Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Diah Pitaloka, dalam keterangan tertulis, Senin (14/9/2020).
Diah menegaskan, gelaran pemilu semestinya berlangsung adil, sehat, dan nondiskriminatif bagi seluruh pasangan calon.
Menurut Diah, kasus pelecehan seksual terhadap salah satu bakal calon kepala daerah perempuan yang terjadi beberapa waktu lalu jelas bertentangan dengan komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1984.
"Semua pihak hendaknya dapat menerima dan menghargai bahwa hak politik perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi," tuturnya.
Diah pun mengajak masyarakat mengawal proses pelaksanaan Pilkada 2020, agar benar-benar terlaksana dengan demokratis, jujur, dan adil.
Ia mengatakan seluruh bakal pasangan calon merupakan manusia yang setara, terlepas dari perbedaan latar belakang dan jenis kelamin.
"Meminta masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses demokratisasi, khususnya Pilkada 2020 agar benar-benar menjadi momentum untuk memilih calon kepala daerah yang berkualitas secara demokratis, jujur, dan berkeadilan," tegas Diah.
Kasus dugaan pelecehan seksual yang sempat ramai, yaitu kasus yang dialami bakal calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara).
Sara sendiri mengaku kecewa dengan dua tokoh politik Tanah Air yang menurutnya melakukan pelecehan seksual secara verbal terhadap dirinya melalui akun Twitter.
Ia pun mengatakan, apa yang dialaminya hanya bagian kecil dari kasus-kasus pelecehan atau kekerasan seksual yang selama ini terjadi.
"Apa yang saya alami hanyalah representasi miniatur dari apa yang dialami oleh korban pelecehan atau kekerasan seksual lainnya," kata Sara, Senin (7/9/2020).
Menurut dia, objektifikasi terhadap perempuan telah berlangsung terlalu lama, sehingga dianggap sebagai suatu kenormalan.
Sara pun mengatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya.
Sara mengatakan, hal ini sebagai wujud komitmennya untuk terus mendukung korban/penyintas pelecehan dan kekerasan seksual.
"Saya sampaikan bahwa akan saya pertimbangkan (untuk melapor)," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/14/09463801/pilkada-2020-kaukus-perempuan-parlemen-minta-kpu-susun-aturan-soal-pelecehan