"Jika kerumunan dapat dipastikan mengakibatkan meluasnya penularan Covid-19, maka penegakan protokol kesehatan menjadi sangat urgent demi pertimbangan keselamatan rakyat," ujar Fauzan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/9/2020).
Dalam hukum, populer dengan istilah Solus Populi Suprema Lex Esto yang artinya, mengutamakan keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi di suatu negara.
Apalagi, saat ini pemerintah Indonesia masih menetapkan status darurat kesehatan akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Terlebih, wewenang Polri untuk mengawal jalannya protokol kesehatan di masyarakat telah tertuang secara rigid dalam Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Dalam maklumat itu, ada lima jenis pengumpulan massa yang dapat dibubarkan Polri.
Pertama, pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan lainnya yang sejenis.
Kedua, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga.
Ketiga, kegiatan olahraga, kesenian dan jasa hiburan. Keempat, unjuk rasa, pawai, dan karnaval.
Kelima, kegiatan lain yang menjadikan berkumpulnya massa.
Oleh sebab itu, semestinya tidak sulit bagi Polri menjalankan wewenang yang sudah diberikan.
Fauzan sendiri berpendapat, pilkada semestinya ditunda. Kekosongan jabatan kepala daerah dapat diisi oleh pejabat sementara.
Namun, apabila pemerintah bersikukuh tetap menggelar pesta demokrasi di daerah, maka pemerintah semestinya juga turut mengawal seluruh tahapannya dengan baik melalui perangkat yang ada.
"Kan ada Peraturan KPU tentang pembatasan maksimal, kalau tidak salah 50 orang. Berarti jika kerumunan lebih dari ketentuan yang diperbolehkan PKPU, maka Bawaslu dapat membubarkan," ujar Fauzan.
Untuk diketahui, KPU menggelar tahapan pendaftaran calon kepala daerah tahun 2020 selama tiga hari pada 4 hingga 6 September.
Lantaran digelar dalam situasi pandemi, pendaftaran calon kepala daerah dirancang menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September.
Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.
Setelah pendaftaran bakal calon ditutup, KPU akan menggelar verifikasi persyaratan pencalonan, termasuk tes kesehatan bagi bapaslon hingga 22 September 2020.
Sementara penetapan paslon bakal digelar 23 September.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, ada 260 bakal pasangan calon (paslon) yang melanggar protokol kesehatan saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada 2020.
Jumlah itu didasarkan pada pengawasan terhadap 650 bakal paslon yang mendaftarkan diri sebagai peserta pilkada.
"Dari data kejadian pendaftaran kemarin, dari sekitar 650 bakal paslon yang mendaftarkan diri, kami monitor ada sekitar 260 bapaslon yang melanggar (protokol kesehatan)," ujar Kastorius dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/9/2020).
Kasto tidak merinci bakal calon kepala daerah mana saja yang terbukti melanggar protokol kesehatan.
Atas pelanggaran tersebut, pemerintah mempertimbangkan opsi menunda pelantikan para bakal paslon apabila mereka menjadi pemenang di Pilkada 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/09/11053021/polisi-diingatkan-punya-wewenang-bubarkan-kerumunan-saat-pendaftaran-pilkada