Salin Artikel

Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Pilkada Perlu Disanksi Tegas

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendaftaran calon kepala daerah di sejumlah wilayah diwarnai pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Perlu sanksi tegas kepada para pelanggar, mengingat tahapan Pilkada 2020 yang masih panjang.

Pendaftaran Pilkada 2020 telah dimulai sejak Jumat (4/9/2020) hingga Minggu (6/9/2020). Merujuk data Komisi Pemiliha Umum, ada 687 bakal pasangan calon kepala daerah yang mendaftar diri ke KPU Daerah hingga pukul 24.00 WIB.

Badan Pengawas Pemilu mencatat, setidaknya terjadi 243 dugaan pelanggaran yang berkaitan dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang dilakukan bakal calon kepala daerah.

"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020).

Pelanggaran yang terjadi tak hanya dilakukan oleh petahana, tetapi juga para bakal calon kepala daerah baru.

Seperti pasangan Bagyo Wahono-FX Supardjo yang mencalonkan diri dari jalur independen di Pilkada Solo 2020. Dengan menunggangi kuda dari posko pemenangan di kawasan Penumping, mereka diantar oleh ribuan pendukung ke KPU Solo, Minggu (6/9/2020).

Pelanggaran protokol kesehatan juga terjadi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Ada empat paslon yang mendaftar untuk menduduki orang nomor satu dan dua di wilayah tersebut.

Keempatnya yaitu Anton Saragih-Rospita Sitorus, Radiapoh Hasiolan Sinaga-Zonny Waldi, Irjen Pol (Purn) Wagner Damanik-Abidinsyah dan Mujahidin Nur Hasyim-Tuppak Siregar.

Keempat paslon tersebut diduga telah melanggar protokol kesehatan karena datang dengan iring-iringan pendukung, bahkan dengan tari-tarian serta konser di atas mobil truk terbuka.

Salah seorang calon bupati, Wagner Damanik mengaku, kedatangan para pendukungnya saat pendaftaran merupakan sebuah tindakan spontanitas. Ia mengklaim, awalnya hanya diantar 50 unit mobil.

Namun, ketika tiba di lokasi sudah ada ribuan orang lainnya yang berasal dari komunitas penarik becak.

"Itu spontanitas masyarakat sendiri. Tapi kalau mereka mau datang kan gak mungkin kita larang. Jadi dari rumah tadi kalau nggak salah ada 50 kendaraan (mobil) ya kurang lebih sekitar dua ratus orang," ucap Wagner Damanik usai pendaftaran, Sabtu (5/9/2020).

Sanksi tegas

Sejak awal, penyelenggaraan Pilkada 2020 telah dikhawatirkan dapat mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19.

Oleh karena itu, diperlukan ketegasan dari seluruh aparat terkait terhadap para pasangan calon yang terindikasi melanggar protokol kesehatan.

"Saya sering katakan, jangan sampai tahapan kampanye, pemungutan suara di ribuan TPS nanti melahirkan klaster baru," ucap Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi, Senin (7/9/2020).

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini menuturkan, jika memang ingin memberikan efek jera, mmaka aparat penegak hukum dapat memproses hukum para pelanggar sesuai dengan dengan ketentuan pidana yang telah berlaku.

Meski demikian, ia mengingatkan, regulasi pilkada belum menjangkau sanksi pelanggaran protokol kesehatan seperti yang terjadi pada saat pendaftaran calon.

"Di masa kampanye, terhadap paslon yang menyebabkan pelanggaran protokol kesehatan, KPU bisa menjatuhkan sanksi administrasi larangan berkampanye untuk beberapa waktu tertentu. Namun, harus ada penyesuaian pengaturan di PKPU Kampanye soal ini," kata Titi, Minggu (6/9/2020) seperti dilansir dari Kompas.id.

Hal yang sama pun juga diungkapkan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan jajarannya untuk menindak calon yang melanggar protokol kesehatan.

"Jadi, kalau melihat aturan-aturan yang terkait pilkada, tidak ada alasan menjatuhkan sanksi, apalagi diskualifikasi bagi peserta pilkada yang melanggar protokol Covid-19," ucap Abhan, Kamis (3/9/2020), seperti dilansir dari Kompas.id.

Sementara itu, Fritz menyebut, setidaknya ada empat pasal pidana yang dapat dikenakan kepada para pelanggar protokol kesehatan saat Pilkada.

Pertama, Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Ayat (1) pasal tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000.

Selanjutnya, Ayat (2) pasal yang sama menyebutkan, siapa pun yang karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000.

Kemudian, Pasal 93 UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan mengatur bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.

Berikutnya, ada Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebut bahwa siapa pun pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintahkan 3 kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Lalu, Pasal 212 KUHP menyatakan, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dengan penerapan protokol kesehatan di antaranya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/382/2020.

Ada juga peraturan daerah misalnya Peraturan Wali Kota Makassar Nomor 22 Tahun 2020.

Diskualifikasi

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo meminta agar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mewaspadai munculnya klaster baru penularan Covid-19, setelah sebelumnya ditemukan banyaknya pelanggar protokol kesehatan saat pendaftaran calon kepala daerah.

Presiden juga meminta agar para pelanggar protokol kesehatan ditindak tegas.

"Diberikan ketegasan betul. Polri juga berikan ketegasan mengenai ini. Aturan main di Pilkada. Karena jelas di PKPU-nya sudah jelas sekali. Jadi ketegasan, Mendagri dengan Bawaslu biar betul-betul ini diberikan peringatan keras," kata Jokowi lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri telah menjatuhkan sanksi kepada kandidat petahana yang diduga telah melanggar protokol kesehatan. Namun, untuk calon non petahana, sanksi tak bisa diberikan.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar mengamini bahwa sikap lebih tegas diperlukan untuk menindak para pelanggar protokol kesehatan.

Bahkan, bila diperlukan bisa dibuat aturan untuk mendiskualifikasi calon yang terbukti mengabaikan protokol tersebut.

"Jika diperlukan, dibuat perppu untuk mendiskualifikasi paslon yang tidak peduli pada protokol kesehatan. Keselamatan warga negara di atas segalanya," tegas Bahtiar.

https://nasional.kompas.com/read/2020/09/07/13032781/pelanggar-protokol-kesehatan-saat-pilkada-perlu-disanksi-tegas

Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke