Jaleswari mengatakan, pihaknya hanya menggunakan narasumber yang berpengaruh atau bisa dikenal dengan sebutan influencer.
"Kami sama sekali tidak menggunakan buzzer," ujar Jaleswari dalam rapat kerja Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, seperti dilansir dari Antara.
Jaleswari berpendapat, influencer berbeda dari pendengung atau buzzer.
Menurut Jaleswari, pendengung lebih anonim karena bisa siapa saja dan ikut-ikutan mendengungkan isu yang sudah ada, bukan hal yang baru dan berdasarkan pesanan.
"Bukan siapa-siapa, dan anonim, dan dia bergerak berdasarkan pesanan," ujar dia.
Sementara itu, menurut Jaleswari, influencer merupakan sosok yang memiliki kecakapan untuk berdiskusi dengan KSP dalam isu-isu strategis.
"Influencer ini, sesekali KSP menggunakan, misalnya, kami mendiskusikan tentang isu-isu strategis. Misalnya, akademisi seperti bapak Faisal Basri, saya rasa di media sosial, dia adalah influencer untuk memberi masukan terkait ekonomi," ucap dia.
Lebih lanjut, Jaleswari menegaskan, KSP tidak menyediakan bayaran untuk setiap influencer yang berkicau di akun Twitter pribadi mereka mengenai diskusi program-program pemerintah.
"Pembayaran yang diberikan sesuai budget narasumber biasa. Kami menggunakan prinsip-prinsip transparan dan akuntabel sembari tidak melunturkan sikap pemerintah bahwa boleh kita berbeda pendapat. Artinya kalau influencer dipanggil pemerintah, lebih kepada (menjadi) karakter narasumber," tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/03/17593551/ksp-kami-tak-gunakan-buzzer-tetapi-influencer