Riko tewas dengan luka tembak dan penganiayaan di dalam sel tahanan Polres Sorong, Papua Barat.
Selain kasus Riko, Amnesty International Indonesia menyoroti kasus penembakan oleh aparat kepolisian Makassar terhadap tiga pemuda.
Usman menilai, kedua kasus tersebut menunjukkan kesewenang-wenangan polisi dalam melakukan proses hukum.
"Kasus ini kembali menunjukkan kesewenang-wenangan polisi dalam menggunakan kekuasaannya dan senjata api dalam melakukan proses hukum," ujar Usman dalam keterangan tertulis, Senin (31/8/2020).
Usman mengatakan, senjata api seharusnya digunakan untuk keadaan genting.
Senjata api tidak boleh digunakan kecuali mutlak diperlukan dan tak bisa dihindari lagi demi melindungi nyawa seseorang.
"Jika hanya ingin melerai aksi pengeroyokan warga, seperti yang terjadi di Makassar, atau memberi peringatan, seperti yang terjadi di Sorong, itu sudah di luar proporsi. Jika sudah sampai merampas hak hidup, maka ini adalah pelanggaran HAM berat," ujar dia.
Oleh karena itu, Usman meminta aparat kepolisian melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap dua kasus ini.
Proses hukum, kata Usman, juga harus dilakukan secara transparan dan tidak rekayasa.
"Jangan ada yang ditutup-tutupi dan direkayasa. Keluarga para korban berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada impunitas hukum seperti yang selama ini terjadi," ucap Usman.
Menurut dia, selama ini, aparat negara, baik dari kepolisian maupun TNI yang melakukan tindak kriminal terhadap masyarakat sipil sangat jarang melewati proses peradilan yang adil.
Hal tersebut, kata dia, mengindikasikan kentalnya impunitas hukum dalam kedua institusi tersebut.
"Keadilan harus ditegakkan. Pelaku harus mendapatkan hukuman pidana yang adil, bukan hanya sanksi disiplin institusional," ucap Usman.
Sebelumnya, viral di media sosial video penyanyi sekaligus politisi PDI-P Edo Kondologit terlihat emosi.
Dari caption video yang diunggah akun Facebook Bob Priyo Husodo, Edo marah karena adik iparnya tewas dengan luka penganiayaan di kantor polisi.
Dalam video itu, Edo juga menuntut keadilan atas kematian adik iparnya berinisial GKR.
"Kita menuntut keadilan, keluarga akan proses ini. Kita akan menuntut Propam menuntut polda, polsek," ujar Edo.
Kasat Reskrim Polres Sorong Kota AKP Misbhacul Munir mengatakan bahwa GKR, adik ipar Edo ditangkap karena kasus dugaan pencurian dan pembunuhan disertai dengan pemerkosaan seorang nenek berusia 70 tahun di Pulau Doom, Kota Sorong, Kamis (27/8/2020).
Misbhacul mengatakan, saat dibawa ke Mapolres, GKR mencoba melawan dan melarikan diri. Polisi kemudian menembak kaki GKR.
Polisi menangkap GKR dan menahannya di sel. Namun, GKR disebut tewas usai dianiaya oleh tahanan lain berinisial C.
Sementara itu, di Makassar, tiga pemuda Makassar jadi korban penembakan yang dilakukan petugas kepolisian. Mereka adalah Anjas (23), Iqbal (22) serta Amar (18).
Setelah menjalani perawatan, Anjas yang mengalami luka tembak di kepala akhirnya meninggal dunia, sedangkan Iqbal dan Amar mengalami luka tembak di bagian betis.
Kapolres Pelabuhan Makassar AKBP Kadarislam menjelaskan kronologi kejadian tersebut.
Ia mengatakan, peristiwa yang terjadi pada Minggu (30/8/2020) dini hari itu berawal saat anggota polisi melakukan penyelidikan kasus pengeroyokan.
Saat itu petugas kepolisian menanyakan sebuah alamat ke pemuda yang sedang minum minuman keras.
Namun, saat ditanya, tiba-tiba ada yang memukul petugas dari belakang.
"Begitu mau tanya alamat terus anggota ditanya anggota apa bukan, tiba-tiba ada yang mukul dari belakang," kata AKBP Kadarislam kepada Kompas.com melalui telepon, Minggu (30/8/2020) siang.
Saat itu, petugas kepolisian sempat menunjukkan identitas kepada warga. Namun, karena ada memukul anggota dari belakang, situasi memanas.
Selain dipukul, petugas juga diteriaki pencuri. Warga yang ada di lokasi pun mengejarnya.
Karena merasa terpojok, polisi kemudian membela diri dengan melepaskan tembakan peringatan menggunakan peluru tajam.
Kadarislam mengatakan, ia belum bisa memastikan apakah ada unsur kesengajaan di inseden tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/31/20013491/ipar-edo-kondologit-tewas-di-tahanan-amnesty-minta-polisi-usut-tuntas