Apalagi, pandemi memaksa sebagian orang harus tinggal di rumah. Kondisi itu bisa meningkatkan stres dan dorongan untuk merokok semakin kuat.
Bahkan, orang-orang yang tadinya sudah berhenti, bisa kembali jadi perokok karena kondisi pandemi.
"Stay home kadang ada juga yang terganggu pekerjaannya, harus berhenti dari pekerjaan, itu juga suatu stres tersendiri. Seperti buah simalakama yang bisa jadi dari tadinya enggak merokok dia akan kembali ke kebiasaan merokoknya, atau malah lebih banyak," kata Feni dalam diskusi di Graha BNPB, Jumat (28/8/2020).
Menurut Feni, perokok berisiko lebih besar terpapar Covid-19. Sebab, imunitas seorang perokok, terutama di saluran nafasnya, pasti terganggu akibat merokok.
Sehingga, lebih berpotensi terpapar virus apa pun, termasuk Covid-19.
“Orang yang merokok mempunyai risiko terkena Covid-19 lebih dua kali lipat dibanding yang tidak merokok,” kata Feni.
Ia menjelaskan, orang yang merokok memiliki reseptor yang lebih banyak daripada mereka yang bukan perokok.
Reseptor ini, kata Feni, merupakan tempat menempelnya virus.
“Artinya dia menyediakan tempat yang lebih banyak untuk virus Covid-19 masuk ke dalam tubuhnya,” ujar dia.
Lebih lanjut, kata Feni, merokok memiliki efek negatif jangka pendek dan panjang terhadap tubuh seseorang.
Efek jangka pendek itu, misalnya iritasi saluran napas yang akan menurunkan sel-sel imun dan pertahanan saluran napas.
"Sehingga mudah terjadi iritasi, mudah masuk kuman, mudah terinfeksi sehingga gejala-gejala seperti ISPA, batuk berulang itu akan mudah terkena buat merokoknya,” Ujar Feni.
“Efek jangka panjangnya semua masyarakat dan yang merokok tahu bahaya kanker, hipertensi, stroke, sakit gula, kanker, paru dan segala jenis (penyakit) itu ada semuanya,” tutur dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/28/16314821/pandemi-covid-19-disebut-bikin-perokok-kian-sulit-berhenti