Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, pemeriksaan pasti akan dilakukan apabila ada bukti yang mengarah ke keterlibatan oknum di MA.
"Tentu nanti alat bukti yang akan berbicara," ucap Hari di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).
Diketahui, Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki diduga bekerja sama untuk mendapatkan fatwa dari MA.
Fatwa tersebut diusahakan agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam perkara korupsi melalui pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
Berdasarkan penyidikan Kejaksaan Agung sementara, pengurusan fatwa MA tersebut terjadi sekitar November 2019 hingga Januari 2020.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung menemukan bahwa Djoko Tjandra tidak mendapatkan fatwa yang diinginkan.
Meski demikian, sekali lagi Hari menegaskan, pihaknya masih melakukan pendalaman.
"Peran masing-masing itu sedang digali oleh penyidik untuk mendapatkan gambaran seluas-luasnya bagaimana hubungan antara eksekutor dengan yang diharapkan meminta fatwa itu," ucap dia.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor atau Pasal 13 UU Tipikor.
Ia sedang menjalani hukuman di Lapas Salemba, Jakarta, atas kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
Pinangki Sirna Malasari sendiri ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Terkait perkara Pinangki, Kejaksaan Agung menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana berupa penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri.
Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.
Selain itu, Kejaksaan Agung mengungkapkan, Pinangki sempat bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia saat masih buron.
Pinangki pun disangkakan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/27/15464111/pengembangan-kasus-suap-djoko-tjandra-kejagung-periksa-pihak-ma