JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, langkah pemberian pendampingan hukum kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) kurang tepat.
Sebab, Pinangki diduga melakukan perbuatan tindak pidana yang tidak sesuai dengan tugasnya sebagai seorang jaksa.
"Dari sisi etika kurang pas, karena dia bukan menjalankan tugasnya, tapi melanggar tugasnya. Jadi ya semestinya Kejaksaan atau organisasi kejaksaan, organisasi jaksa tidak memberikan bantuan hukum," kata Boyamin melalui pesan suara kepada Kompas.com, Selasa (18/8/2020).
Meski demikian, ia tak mempersoalkan bila kelak Pinangki mendapatkan bantuan hukum tersebut. Sebab, yang memberikan bantuan itu bukanlah Kejaksaan Agung, institusi tempat Pinangki bekerja.
Melainkan organisasi PJI, dimana Pinangki menjadi salah seorang anggotanya.
"Bukan divisi Kejaksaan Agung sih, jadi itu suatu yang wajar saja. Bahkan di kepolisian divisi hukumnya yang membela. Tapi ini organisasinya, bukan bagian hukum Kejagung," ucapnya.
Namun, ia menilai, sebaiknya Pinangki mencari sendiri pengacara untuk membelanya, alih-alih mendapatkan bantuan tersebut.
"Biar saja Pinangki mencari lawyer yang profesional. Karena ini menurut saya, Pinangki butuh lawyer yang profesional untuk membela hak-haknya," ucapnya.
Sebelumnya, kepastian pemberian bantuan hukum kepada Pinangki disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono.
"Kepada yang bersangkutan tetap diberikan haknya untuk didampingi penasihat hukum yang ditunjuk oleh Persatuan Jaksa Indonesia," ujar Hari di Jakarta, Senin (17/8/2020), dikutip dari Antara.
Ia mengatakan, pemberian pendampingan tersebut karena Jaksa Pinangki masih berstatus pegawai Kejaksaan RI ketika ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, Pinangki juga merupakan anggota Persatuan Jaksa Indonesia, sehingga berhak mendapatkan pendampingan hukum.
"Jaksa PSM setelah ditetapkan sebagai tersangka masih sebagai pegawai Kejaksaan RI dan sebagai anggota Persatuan Jaksa Indonesia (PJI)," ujar Hari.
Dalam kasus ini, Pinangki diduga menerima suap sebesar 500 ribu dollar AS. Dia disangkakan dengan Pasal 5 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sebelum itu, Pinangki lebih dulu diberikan sanksi disiplin berupa pembebasan dari jabatan struktural, karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.
Hukuman tersebut dijatuhkan berdasarkan Surat Keputusan: KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat berupa Pembebasan dari Jabatan Struktural.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/18/09244611/maki-sebut-bantuan-hukum-untuk-jaksa-pinangki-kurang-pas-secara-etika