Salah satunya, Indonesia tidak mengenal undang-undang payung (umbrella act).
Menurutnya, turunan langsung Undang Undang Dasar 1954 (UUD 1945) adalah undang-undang (UU).
“Indonesia tidak mengenal undang-undang payung, dalam Undang-undang 12 tahun 2001 tentang pembentukan peraturan perundangan, kita tahu dibawah Undang-Undang Dasar itu langsung ke undang-undang,” ungkap Sandrayati dalam konferensi pers, Kamis (13/8/2020).
Oleh karena itu, Sandrayati mempertanyakan kedudukan RUU Cipta Kerja ketika sudah disahkan.
Sebab, kata dia, RUU Cipta Kerja diperlakukan seperti undang-undang payung.
“Tidak ada istilah undang-undang payung, kalau nanti ada, undang-undang ini statusnya dimana? Bagaimana kedudukan dari undang-undang cipta kerja ini nantinya ketika dia diperlakukan seperti undang-undang payung?,” tutur dia.
Selain itu, RUU Cipta Kerja juga melanggar aspek prosedural.
Sandrayati juga memberikan penekanan pada keberadaan RUU ini yang melanggar UU sektoral.
“Kita bisa lihat dari masalah proses penyusunannya yang tidak partisipatif, kemudian ada beberapa asas hukum maupun beberapa asas dari beberapa undang-undang sektoral yang dilanggar,” tutur dia.
Untuk diketahui, Komnas HAM mencermati dan memperhatikan berbagai aspirasi kelompok masyarakat terkait dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang berpotensi mengancam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
Berdasarkan mandat dan wewenang Pasal 89 ayat (1) huruf b UU HAM, Komnas HAM RI telah melakukan pengkajian atas Omnibus Law RUU Cipta Kerja dimana kesimpulan dan rekomendasinya akan disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/13/15312501/sebut-ruu-cipta-kerja-bermasalah-komnas-ham-indonesia-tak-kenal-undang