JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, kritik yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas kinerja Badan Intelijen Negara kurang tepat.
Dalam kritik tersebut, ICW meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja BIN karena dianggap tidak mampu mendeteksi keberadaan buron kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra alias Joko S Tjandra.
"Kritik ICW salah alamat, karena kasus Djoko Tjandra adalah murni urusan penegak hukum," kata Karyono seperti dilansir dari Antara, Kamis (30/7/2020).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, tugas pokok BIN adalah dalam ranah pengumpulan dan analisis informasi.
Sementara, penangkapan terhadap koruptor menjadi ranah institusi kepolisian yang memiliki tugas pokok dalam upaya penegakkan hukum.
"BIN bukan lembaga penegak hukum, sehingga tidak tepat ICW menuntut pertanggungjawaban BIN dalam kasus buronan korupsi tersebut," imbuh dia.
Lebih jauh, ia menambahkan, sebagai alat negara, BIN hanya bertugas melaporkan setiap kegiatan operasi intelijen mereka kepada presiden.
Di samping itu, Karyono mengatakan, kegiatan intelijen yang dilakukan BIN bersifat rahasia.
"Bagaiamana mungkin ICW menyimpulkan bahwa Kepala BIN Budi Gunawan tidak bekerja benar dalam kasus Djoko Tjandra? Darimana ICW mengetahui hal itu ketika prinsip diseminasi informasi intelijen bersifat tertutup?" ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Kepala BIN Budi Gunawan.
Hal itu menyusul kegagalan BIN dalam mendeteksi keberadaan Djoko Tjandra, sehingga dapat dengan mudah bepergian di Indonesia.
"Presiden Joko Widodo juga harus segera memberhentikan Kepala BIN Budi Gunawan jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7/2020).
Berpegang pada pengalaman sebelumnya, BIN pernah memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada 2015 lalu dan Samadikun Hartono di China pada 2016.
"Namun berbeda dengan kondisi saat ini, praktis di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, tidak satu pun buronan korupsi mampu dideteksi oleh BIN," lanjut dia.
Sementara itu, Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto menegaskan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan terhadap koruptor baik di dalam maupun di luar negeri.
Hal itu sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
"BIN bukan lembaga penegak hukum," kata Wawan, kepada Kompas.com, Rabu (29/7/2020).
Meski demikian, BIN bertindak sebagai koordinator lembaga intelijen negara yang melakukan koordinasi dengan sejumlah penyelenggara intelijen lainnya, seperti TNI, Polri, kejaksaan dan intelijen kementerian maupun non-kementerian.
"Hingga saat ini, BIN terus melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup, sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/30/11363751/kritik-icw-atas-kinerja-bin-soal-buron-korupsi-dinilai-kurang-tepat