"Pak Ojong sudah jauh sebelum mendirikan LBH bersama teman-temannya, Muchtar Lubis, Adnan Buyung Nasution dan lain-lain, dia sudah punya kepedulian pada orang-orang yang dizalimi di masa Sukarno," kata Didi dalam talkshow "Seabad P.K. Ojong" di Kompas TV, Sabtu (25/7/2020) malam.
Didi menuturkan, saat itu Ojong mendatangi para tahanan politik yang sedang mendekam di penjara karena ditangkap tanpa alasan yang jelas.
Tak sekadar mengunjungi para tahanan, Ojong juga menawarkan sejumlah buku kepada para tahanan itu untuk membunuh waktu mereka selama di penjara.
"Datang ke penjara sambil menawarkan buku yang hendak mereka pilih, karena mereka waktu itu dipenjara, banyak waktu untuk membaca, Pak Ojong (mengatakan) silakan pesan apa saja, kami yang bayar," ujar Didi.
Menurut Didi, peristiwa itu dapat menjadi bukti bahwa Ojong merupakan sosok yang peduli kepada mereka yang ditangkap tanpa melewati pengadilan.
"Oleh karena itu Pak Ojong kemudian bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Dewan Kuratornya, jadi memang kepedulian sosialnya sangat tingi," kata Didi.
Sementara itu, Redaktur Senior Kompas Rikard Bagun bercerita soal kepedulian Ojong kepada para anak buahnya di Kompas.
Salah satu bentuk kepedulian itu, kata Rikard, adalah dengan membagikan dua butir telur kepada para pegawai yang bekerja hingga malam hari.
"Jadi kalau teman-teman yang bekerja sore sampai malam hari mendapat jatah telur dua butir dan sengaja dikasih telur karena kalau dikasih berupa uang, maka uang itu akan dipakai untuk kepentingan lain," kata Rikard.
Tak hanya itu, Rikard menyebut Ojong dan Jakob Oetama, pendiri Kompas lainnya, juga sering membagi-bagikan apa yang disebut uang payung setiap musim hujan tiba.
Menurut Rikard, kepedulian Ojong itu tak lepas dari Sosialisme Fabian yang ia anut. Berdasarkan pemikiran itu, setiap harta dan pekerjaan selalu ada perspektif sosialnya.
"Jadi partisipasi kerja itu akan ada timbal baliknya untuk merasakan bersama sehingga kebersamaan itu ditumbuhkan juga dengan cara-cara itu," kata Rikard.
Kompas Gramedia memperingati 100 tahun lahirnya salah satu pendiri Kompas Gramedia, PK Ojong.
Menurut CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, PK Ojong banyak berperan dalam membangun Kompas Gramedia.
PK Ojong lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 25 Juli 1920. Ia meninggal pada 31 Mei 1980 dalam usia 59 tahun.
Semasa hidupnya, PK Ojong turut menaruh perhatian pada pendidikan, lingkungan, kualitas pangan, budaya, dan kepedulian sosial.
PK Ojong mencatatkan sejumlah peran penting sebagai seorang guru sekolah dasar, salah satu pendiri Universitas Tarumanagara, penggagas penghijauan Jakarta era Gubernur Ali Sadikin, kolektor karya seni, hingga menyokong pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
"PK Ojong adalah wartawan, cendekiawan, sekaligus guru bagi kita semua. Kisah hidupnya yang sarat teladan kerja keras, bertanggung jawab, peduli terhadap sesama serta karyawan, serta berintegritas patut diketahui dan terus dihidupi lintas generasi," ujar dia.
"Zaman dan bentuk boleh berubah, tetapi prinsip tetap sama," ucap Lilik.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/26/06162811/cerita-kepedulian-pk-ojong-menawarkan-buku-di-penjara-dan-bagikan-telur-ke