Mereka diduga melakukan pelanggaran kode etik anggota Kepolisian. Ada juga indikasi pidana penyalahgunaan wewenang di balik keterlibatan jenderal polisi itu.
Adapun dugaan pelanggaran kode etik ditangani Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Sementara itu, terkait dugaan unsur pidana, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mendalaminya.
Tim tersebut terdiri dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, dan Divisi Propam Polri.
"Untuk memproses tindak pidana yang nantinya kita akan dapatkan, mulai dari masalah pemalsuan surat, penggunaan surat, penyalahgunaan wewenang," kata Listyo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (16/7/2020).
"Termasuk juga di dalamnya kalau ada aliran dana, baik yang terjadi di institusi Polri maupun yang terjadi di tempat lain," kata dia.
Untuk menyelidiki dugaan pidana dalam kasus ini, Bareskrim akan membuat laporan polisi yang berdasarkan pada hasil interogasi dari Divisi Propam.
Menurut Listyo, hasil interogasi tersebut akan diserahkan Divisi Propam ke Bareskrim pada Senin (20/7/2020) hari ini.
“Hari Senin akan diserahkan hasil interogasi Divisi Propam sebagai dasar LP (laporan polisi),” kata Listyo kepada Kompas.com, Minggu (19/7/2020).
Dugaan pelanggaran pidana
Salah satu jenderal polisi dalam kasus ini yang menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra, yaitu Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Ia diduga melanggar hukum pidana.
Dari temuan sementara, Listyo mengatakan, Prasetijo diduga kuat menyalahi wewenang dan membuat surat palsu.
“Untuk internal Polri dugaan kuat penyalahgunaan wewenang dan membuat surat palsu untuk kepentingan perjalanan JC (Djoko Tjandra) ke Indonesia,” ucap Listyo.
“Mulai dari buat surat jalan sampai dengan cek red notice dan giat lain dalam rangka mengajukan proses PK sampai dengan kembalinya JC ke luar negeri, semua sedang kita lidik,” kata dia.
Menurut Listyo, Prasetijo diduga melanggar Pasal 221 KUHP dan Pasal 263 KUHP.
Adapun Pasal 221 KUHP terkait menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
Sementara itu, Pasal 263 KUHP menyebut ketentuan soal pemalsuan surat atau dokumen.
Bahkan, ia mengatakan, tak menutup kemungkinan pasal tersebut juga akan digunakan untuk menjerat pihak lain dalam kasus ini.
Aliran dana dan pihak luar
Di sisi lain, Bareskrim sedang mendalami aliran dana dalam kasus ini.
Listyo menambahkan, pihaknya pun menyelidiki dugaan keterlibatan pihak di luar institusi Polri yang diduga membantu pelarian Djoko Tjandra.
“Untuk pihak-pihak yang terkait di luar Institusi Polri saat ini sedang dalam proses lidik dan pendalaman lebih lanjut,” ucap dia.
Namun, Listyo enggan mengungkapkan siapa saja pihak-pihak di luar Polri yang akan dimintai keterangan.
Selain menyeret kasus ini ke ranah pidana, Listyo mengatakan pihaknya juga sedang fokus untuk menangkap Djoko Tjandra.
“Fokus kita saat ini adalah bagaimana membawa pulang kembali JC untuk buka semua tabir,” ujar Listyo.
“Dan proses pidana terhadap pelaku yang terlibat dalam proses membantu buron JC selama yang bersangkutan datang dan lakukan langkah-langkah untuk urus kasusnya selama di Indonesia,” kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/20/07041731/pelarian-djoko-tjandra-ancaman-pidana-bagi-brigjen-prasetijo-aliran-dana